Senin 30 Jul 2018 04:30 WIB

Menperin: Indonesia Berpotensi Besar Revolusi Industri

Menperin sebut Indonesia sebagai salah satu negara manufaktur besar.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto
Foto: RepublikaTV/Fakhtar Kahiron Lubis
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menjelaskan, Indonesia punya potensi besar dalam menerapkan revolusi industri generasi keempat. Apalagi, Indonesia telah menjadi basis produksi sektor manufaktur dari perusahaan-perusahaan global untuk memenuhi pasar domestik dan ekspor. 

Airlangga menceritakan, implementasi industri 4.0 pertama kali didorong oleh Jerman pada 2011. Alasannya, mereka ingin mengembalikan sektor manufaktur menjadi kekuatan perekonomiannya.

“Jadi, apabila kita ingin masuk ke negara maju, tidak hanya berbasis jasa. Selama ini sektor manufaktur kita memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB. Di Eropa, tidak punya SDM melimpah, sehingga lari ke otomatisasi, robotik, dan seterusnya. Kita lihat juga negara lain di Asia, seperti India dan Thailand yang fokus pada pengembangan sektor manufaktur,” paparnya.

Baca juga, Jokowi: Tekanan Ekonomi Globar Harus Kita Hadapi Bersama.

Merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), posisi Indonesia berada di peringkat ke-4 di dunia, setelah Korea, Jerman dan Cina sebagai negara yang kontribusi sektor manufakturnya di atas 17 persen.  “Dengan demikian, sekarang posisi kita sebagai salah satu negara manufaktur yang besar, dan menjadi benchmark bagi negara lain,” ungkap Airlangga.

Selanjutnya, di lihat dari pertumbuhan industri manufaktur nasional, rata-rata masih di atas lima persen. Sektor pengolahan ini menjadi pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi. Efek berantainya bisa meliputi pada peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.

“Contohnya di sektor industri mesin dan perlengkapan itu hampir tiga kali pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 14,98 persen, kemudian industri makanan dan miuman mencapai 12,7 persen,” sebutnya.

Selain itu, terjadi kenaikan nilai ekspor di sektor industri hingga 13,14 persen pada tahun 2017 dibanding tahun sebelumnya dan mampu berkontribusi sebesar 74 persen untuk seluruh nilai ekspor Indonesia.

Menperin menyampaikan, guna menjaga kinerja sektor manufaktur, perlu keberlanjutan produki melalui arus pasokan bahan baku yang baik termasuk dari potensi bahan baku baru. “Untuk new material ini bisa dari hasil hutan, seperti untuk kebutuhan industri farmasi, kertas, dan tekstil,” ujarnya.

Ke depan, lanjut Airlangga, negara Norwegia dan Finlandia sudah menggunakan fiber dari kayu. “Kita punya competitive advantage di bidang kayu karena di negara subtropis perlu 20 tahun untuk panen kayu, kita bisa 8-10 tahun. Makanya, kita harus cari solusi teknologi dan lingkungan,” imbuhnya.

Di sisi lain, pemerintah tengah mendorong penumbuhan dan pemerataan industri terutama di luar Jawa. Pemerintah akan replikasi kawasan industri seperti di klaster Bekasi Selatan, dengan satu juta orang lapangan pekerjaan yang berhasil diciptakan di kawasan industri tersebut. "GDP-nya dari seluruh pabrik lebih dari 35 miliar dolar AS per tahun atau GDP-nya per kapita sebesar 35 ribu dolar AS,” ungkap Menperin.

Beberapa pembangunan kawasan industri di luar Jawa, seperti di Morowali, Sei Mangkei, Lhokseumawe, dan Lampung terus menunjukkan progres yang baik. Kemenperin juga semakin aktif menarik investor untuk mengisi kawasan industri tersebut.

“Saat ini, kita mampu produksi stainless steel dari nickel ore jadi hot rolled coil (HRC), dari yang awalnya harga 40-80 dolar AS bisa mencapai di atas 2.000 dolar AS untuk HRC. Jadi ada peningkatan nilai tambah. Kita juga ekspor stainless steel terbesar ke AS,” tuturnya.

Guna memasuki industri 4.0, Kemenperin pun mendorong pembangunan infrastruktur digital melalui peningkatan jaringan internet hingga 5G untuk di kawasan industri.

“Bahkan, kami mulai masuk ke lingkungan pesantren untuk pengenalan ekonomi digital ini, sehingga kita sebut ekonomi gotong royong di era digital untuk menumbuhkan sektor industri kecil dan menengah (IKM),” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement