Selasa 02 Oct 2018 05:48 WIB

Konsultasi Syariah: Kriteria MLM Syariah

MLM Syariah tidak menjalankan skema piramida.

Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Multi Level Marketing (MLM)
Foto: .
Ilustrasi Multi Level Marketing (MLM)

EKBIS.CO,  Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

 

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, bagaimana kriteria bisnis yang menggunakan pemasaran melalui skema penjualan langsung berjenjang (MLM) menurut fikih Islam? Mohon penjelasannya.

Irfan - Depok

 

Jawaban:

Waalaikumussalam wr wb.

Di antara kriteria MLM syariah adalah tidak termasuk money game (skema piramida), ada objek transaksi riil yang halal, tidak ada excessive mark-up dan eksploitasi, dan komisi berdasarkan pada prestasi kerja. Di antara contohnya, perusahaan MLM memiliki sertifikat dari regulator, asosiasi terkait, dan sertifikat DSN MUI.

Kesimpulan hukum ini berdasarkan hasil wawancara dengan praktisi MLM, telaah terhadap fatwa DSN, kajian ulama ahli fikih tentang MLM, kaidah-kaidah muamalah, dan regulasi terkait MLM.

Di antara kriteria MLM syariah adalah, pertama, tidak termasuk money game atau lebih khusus tidak menjalankan sistem skema piramida, sebagaimana UU No 7/ 2014 Pasal 9 tentang Perdagangan. "Pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang."

Skema piramida adalah kegiatan usaha dengan memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan, terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung, kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut.

Sementara, money game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan mitra usaha yang baru bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk atau dari hasil penjualan produk, tapi produk tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bahasa fikih muamalah, money game memenuhi unsur gharar, maisir, dan mukhatarah.

Kedua, secara khusus Fatwa DSN-MUI No 75 tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PBLS) menyebutkan beberapa rambu-rambu tambahan, yaitu (a) ada objek transaksi riil yang halal yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa, (b) tidak ada excessive mark-up dan ekploitasi, sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas yang diperoleh, (c) komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota, baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS.

Selain itu, (d) bonus yang diberikan oleh perusahaan harus jelas jumlahnya ketika transaksi, sesuai dengan target penjualan yang ditetapkan perusahaan, (e) di antara skema yang bisa diberlakukan adalah skema bai' merujuk pada Fatwa DSN-MU No 4/2000 tentang murabahah, skema wakalah bil ujrah sesuai Fatwa DSN-MUI No 52/2006 tentang wakalah bil ujrah pada asuransi syariah, skema ju'alah pada Fatwa DSN-MUI No 62/2007 tentang akad ju'alah, dan akad ijarah pada Fatwa DSN-MUI No 9/2000 tentang pembiayaan ijarah.

Dengan demikian, keuntungan perusahaan di antaranya berupa margin jual beli. Sedangkan, pendapatan member adalah reward dari skema jualah atau fee dari skema ijarah atau wakalah bil ujrah.

Di antara cara untuk mengetahui kesesuaian syariahnya adalah (a) memiliki surat izin usaha penjualan langsung sesuai dengan Permendag Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung dan sertifikat dari asosiasi penjualan langsung berjenjang untuk memastikan model MLM tersebut terhindar dari money game. Dan, (b) memiliki sertifikat kesesuaian syariah dari DSN MUI untuk memastikan pemenuhan aspek syariahnya. Wallahu a'lam.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement