Kamis 29 Nov 2018 15:49 WIB

Potensi Pengembangan Bank Wakaf Mikro di Jatim Cukup Besar

Ponpes memiliki hak untuk mendirikan Bank Wakaf Mikro.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur Heru Cahyono (kedua kiri) menyampaikan evaluasi kinerja BPR dan BPRS di Jatim pada Triwulan I tahun 2018 di Convention Hall Hotel Senyiur, Prigen, Pasuruan, Kamis (3/5).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur Heru Cahyono (kedua kiri) menyampaikan evaluasi kinerja BPR dan BPRS di Jatim pada Triwulan I tahun 2018 di Convention Hall Hotel Senyiur, Prigen, Pasuruan, Kamis (3/5).

EKBIS.CO, BATU -- Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur (Jatim), Heru Cahyono, menilai, potensi pengembangan bank wakaf mikro di wilayah cukup besar. Hal ini jika dilihat dari jumlah pondok pesantren yang tersebar di sejumlah daerah.

Hingga saat ini, Heru mengungkapkan, Jatim masih memiliki sekitar sembilan bank wakaf mikro. Jumlah ini kemungkinan akan meningkat karena total ponpes yang cukup besar di Jatim. Dalam hal ini potensi dapat bertambah seusai dengan kebutuhan di wilayah masing-masing.

"(Kalau ditambah) tergantung kebutuhan, tapi sementara sembilan itu. Mungkin nanti ke depan kalau ada kebutuhan akan bertambah. Apalagi Jatim basis Muslim yang punya banyak pondok pesantren sehingga berpotensi cukup besar pengembangan banknya," ujar Heru saat ditemui Republika.co.id, seusai kegiatan "Cangkrukan Media Jatim" di The Onsen Resort, Kota Batu, Rabu malam (28/11).

Seperti diketahui, Ponpes memiliki hak untuk mendirikan Bank Wakaf Mikro. Untuk mempunyai bank ini, ponpes harus memiliki potensi ekonomi di sekitarnya untuk dikembangkan. Hal ini karena bank memerlukan debitur yang dapat memanfaatkan pinjaman.

Ponpes juga harus mempunyai kemampuan seperti komitmen dalam mengelola dengan disiplin tinggi. Tak lupa juga memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) selaku pengelola yang memumpuni. "Jadi pesantren harus sanggup, punya orangnya dan ada potensi ekonomi yang bisa dikembangkan serta layak. Kalau direkomendasikan, ya bisa dibuka tapi juga tergantung ada ketersediaan donatur atau tidak," jelasnya.

Adapun syarat bagi peminjam, Heru mengatakan, nasabah tentu perlu memiliki usaha. Mereka juga didorong mengikuti aturan seperti pertemuan mingguan. Pertemuan ini penting karena di dalamnya nasabah harus membayar pinjaman. 

"Ini kan sistem kelompok, kalau satu nggak bisa bayar, maka akan ditanggung sama yang lain. Sistem ini dapat menumbuhkan kedisplinan, malu kalau nggak bayar, jadi harus disiplin. Nah kalau usahanya berkembang dan butuh dana besar, akan dilayani BPR. Tapi sebelumnya sudah dibina dulu oleh bank wakaf," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement