EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pada Februari 2019 akan terjadi deflasi sebesar 0,07 persen secara month to month (mtm). Hal ini lantaran kelompok harga pangan bergejolak (volatile food) mengalami penurunan harga seperti cabai merah, daging ayam dan telur ayam.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan cabai merah deflasi 0,07 persen, cabai rawit 0,02 persen, daging ayam ras dan bawang merah deflasi 0,06 persen. Perkiraan deflasi juga disebabkan oleh menurunnya harga bahan bakar minyak (BBM) minus 0,07 persen, khususnya untuk bahan bakar yang nonsubsidi karena harga minyak dunia mengalami penurunan.
“Perkembangan harga harga, survei pemantauan harga yang kami lakukan dari 46 kantor perwakilan BI dari seluruh daerah menunjukkan bahwa harga tetap terkendali. Survei pemantauan harga yang kami lakukan sampai dengan minggu ke tiga itu kita perkirakan Februari akan terjadi deflasi sebesar 0,07 persen,” ujarnya di Gedung BI, Jumat (22/2).
Perry menyebut perkiraan deflasi pada Februari ini membuat angka inflasi secara kumulatif pada 2019 lebih rendah dari titik tengah sasaran inflasi 3,5 persen. “Jadi ini lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi pada Januari sebagaimana kita ketahui bulan Januari 2019 inflasi 0,32 persen. Bulan ini kita bakalan deflasi 0,07 persen, kalau Januari (yoy) 2, 82 persen (inflasi), kita perkirakan Februari (yoy) 2,58 persen (inflasi),” ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan harga pada Januari 2019 terjadi inflasi 0,32 persen mtm. Adapun beberapa komoditas yang dominan memberi sumbangan inflasi, seperti ikan segar sebesar 0,06 persen, beras sebesar 0,04 persen, tomat 0,03 persen, dan bawang merah 0,02 persen.
Di sisi lain, BI mengklaim inflasi inti juga menunjukkan tren cukup terkendali meski pihaknya belum dapat menjabarkannya. Adapun penyebab inflasi inti tersebut karena kebutuhan dari kenaikan permintaan dalam negeri masih dapat dipenuhi dari pasokan.
"Jadi kalau lihat dari agregat suplai atau penawaran, agregat itu masih lebih tinggi dari penawaran permintaan agregat atau output gap itu masih negatif, sehingga kami tidak melihat meskipun permintaan naik tidak melihat adanya tekanan-tekanan inflasi inti dari permintaan," jelas Perry.
Kemudian, inflasi dari luar negeri baik karena rupiah maupun imported inflation juga tetap rendah, sehingga turut mengendalikannya. Melihat perkembangan tersebut, BI meyakini inflasi secara keseluruhan tahun akan lebih rendah dari sasaran BI yang sebesar 3,5 plus minus 1 persen.
"Dari sisi dua indikator tadi menunjukkan bahwa harga-harga terkendali, harga pangan maupun inflasi inti sehingga mengkonfirmasi akhir tahun ini perkiraan kami inflasi akan lebih rendah dari 3, 5 persen," tutupnya.