EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes PDTT RI) melepas 39 kepala desa, penggiat desa dan pendamping desa ke negara Korea dan Cina untuk melakukan studi banding. Peserta yang terpilih merupakan orang-orang yang banyak bergiat mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Pelepasan dilakukan langsung secara simbolis oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Eko P Sandjojo. Ke-39 peserta ini merupakan pegiat desa terpilih yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.
Kegiatan akan berlangsung selama sepuluh hari dari tanggal 22 - 31 Maret untuk peserta di Cina. Sedangkan untuk peserta yang bertempat di Korea akan berangkat mulai tanggal 25 Maret dan kembali lagi ke Indonesia pada tanggal 4 April 2019.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Anwar Sanusi mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo. "Kegiatan ini kita lakukan agar ada peningkatan kinerja dari dana desa," kata Anwar.
Ia menambahkan Cina dan Korea dipilih karena memiliki terobosan yang unggul dalam hal pembangunan desa. Untuk itu, diharapkan pegiat desa dapat belajar dari Cina dan Korea untuk inspirasi membangun pedesaan di Indonesia.
Anwar menambahkan nantinya para peserta akan belajar banyak hal tentang pembangunan desa. Di Cina peserta akan mempelajari bidang pertanian, perikanan, hingga pengentasan kemiskinan serta berbagi ilmu dengan para petani di Cina.
Sedangkan peserta di Korea akan banyak mempelajari mengenai koperasi dan kewirausahaan, promosi produk-produk lokal produksi desa, program pemberdayaan masyarakat hingga pemaksimalan peran wanita di desa. "Peserta tidak usah khawatir akan bahasa karena dari kami sudah kami sediakan penerjemah," kata Anwar.
Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko P Sandjojo menyebut bahwa kegiatan tersebut juga merupakan upaya untuk mengentaskan desa tertinggal. "Empat tahun sudah kita gunakan dana desa. Empat tahun itu sudah ada 6.700 desa yang terbebas dari kemiskinan dan ketertinggalan," ujar Eko dalam sambutannya. Jumlah itu disebut Eko telah melampaui target pengentasan lima ribu desa tertinggal.
Eko juga menyebutkan bahwa pada tahun 2018 sudah terjadi peningkatan pendapatan di desa. Sekarang masyarakat desa, menurut Eko, bisa memperoleh pendapatan dua juta dalam sebulan. Eko sendiri berharap dengan adanya kegiatan itu nantinya desa dapat menyumbang pendapatan negara hingga 1,4 triliun dolar AS dalam kurun waktu tujuh tahun.
Dana desa, sebut Eko, telah mampu membantu pertumbuhan desa. "Dengan kegiatan ini kita harapkan agar kepala desa dan penggiat desa ini punya wawasan yang lebih lagi," ujar Eko.
Ia juga menambahkan bahwa hal tersebut penting untuk pengembangan sumber daya manusia di Indonesia. Jadi tidak hanya infrastruktur yang dibangun, tapi juga manusianya.
Eko mengapresiasi Kedutaan Besar Cina dan pemerintah Korea yang telah berkenan membantu Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. "Sangat bagus ada negara yang mau membantu, jadi kita manfaatkan," ujarnya.
Sementara itu, Konselor dari Kedutaan Besar Cina Wang Liping mengatakan bahwa kerja sama Cina dengan Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan ini dapat menjadi suatu titik terang bagi hubungan bilateral Cina dengan Indonesia. Apalagi investasi Cina di Indonesia pertama kalinya adalah pada bidang pertanian dan perikanan.
Wang menyebut bahwa selama 40 tahun pertanian di Cina berjalan, ada peningkatan yang signifikan. "Awalnya pendapatan per kapita petani hanya 20 dolar AS namun sekarang sudah mencapai 2.000 dolar," kata Wang.
Peningkatan pendapatan ini pun membuat kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan di Cina menipis. Hal itulah yang ingin ditularkan kepada masyarakat desa Indonesia.
Sementara itu, Kang Hyun Chul selaku Konselor Bidang Ekonomi Kedutaan Republik Korea mengharapkan dengan kegiatan studi banding kader desa ke Korea dapat saling menukarkan pengalaman dan pengetahuan baru. "Kegiatan ini juga dapat meningkatkan hubungan kekeluargaan dan kemitraan strategis antara Korea dengan Indonesia," ujar Kang.
Jonis Effendi, salah satu pegiat desa Rancak Kidul, Sidoarjo yang terpilih mengikuti pelatihan di Korea mengapresiasi kegiatan itu. Jonis mengaku baru mendapatkan kabar dirinya terpilih pada pekan lalu. "Awalnya kami diminta mengisi formulir dalam Bahasa Inggris. Kami diminta menyampaikan ide-ide tentang pembangunan desa," katanya.
Menurut Jonis, saat ini desanya sedang mengembangkan usaha sebagai penyuplai alat tulis kantor. "Kebetulan di daerah kami banyak gudang perusahaan, jadi kami kembangkan usaha alat tulis," ujar Jonis.
Ia berharap dengan keberangkatannya ke Korea, ia mampu membawa pengetahuan baru untuk desanya. "Yang saya ingin tahu itu tentang sistem pedesaan di Korea seperti apa. Semoga nanti bisa diterapkan di desa saya," ujar Joni.
Kementerian Desa sendiri merencanakan akan mengirim seribu kader desa ke sejumlah negara lainnya pada tahun ini. Negara tujuan studi banding di antaranya Jepang, Thailand, Vietnam dan Malaysia.