EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai, bantuan pembiayaan ekspor melalui skema National Interest Account (NIA) yang diterapkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mampu meningkatkan daya kompetisi dari perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pengusaha ekspor akan memiliki percaya diri yang lebih untuk masuk dan mengikuti proses bidding internasional.
Dampak tersebut telah dirasakan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (Wika) yang menggunakan skema NIA untuk membiayai proyek perumahan di Aljazair pada tahun ini. Wika mampu memenangkan bidding dan mengalahkan kontraktor dari Turki. "Ini merupakan suatu prestasi cukup baik," ujar Sri ketika ditemui di Kantor LPEI, Jakarta, Rabu (27/3).
NIA atau penugasan khusus yang diberikan pemerintah kepada LPEI berfungsi untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi ekspor atas transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, namun dianggap perlu oleh pemerintah.
Sri menjelaskan, NIA merupakan pelaksanaan pembiayaan sebagai misi untuk melakukan peningkatan kapasitas dari perekonomian dan industri dalam negeri. "Tujuannya, untuk menembus pasar internasional melalui dukungan LPEI, baik di sektor manufaktur maupun jasa," ucapnya.
Selanjutnya, sebagai upaya dalam meningkatkan ekspor khususnya ke negara non tradisional Kementerian Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/KMK.08/2019 tentang Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia untuk mendorong ekspor ke negara kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Untuk sektor manufaktur, Sri menambahkan, tiga kawasan tersebut masih menjadi pasar yang memiliki pertumbuhan pasar tinggi. Misalnya saja India dan Bangladesh yang mempunyai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. "Afrika pun juga merupakan region yang diperkirakan akan terus berkembang," tuturnya.
Apabila pengusaha Indonesia dapat masuk ke pasar tersebut, Sri menuturkan, maka akan memberikan positioning bagi perusahaan lokal secara kompetitif di kedua kawasan tersebut. Terlebih, tahun ini, pemerintah memang tengah gencar melakukan penetrasi ke pasar-pasar non tradisional untuk memperluas tujuan ekspor yang diharapkan berdampak positif terhadap neraca dagang.
Pada tahun ini, skema NIA baru dimanfaatkan oleh WIKA. Tapi, Sri menilai, potensi ekspor Indonesia masih beragam di sektor lain. Misalnya saja transportasi seperti ekspor kereta api oleh PT INKA ke Bangladesh beberapa waktu lalu dan PT Dirgantara Indonesia ekspor pesawat ke Afrika.
Sri berharap, LPEI mampu menjadi instrumen yang dapat digunakan untuk semakin mendiversifikasi ekspor Indonesia. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya bergantung pada sejumlah komoditas atau pasar. "Sebab, ini kemudian akan membuat ekonomi kita menjadi rentan," ujarnya.
Tidak kalah penting, Sri menambahkan, upaya ekspor ini juga diharapkan mampu menekan neraca dagang Indonesia dengan negara-negara yang masih defisit. Salah satunya Aljazair, di mana Indonesia masih defisit 172 juta dolar AS pada 2018. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan 2017 yang mencapai minus 105 juta dolar AS.
LPEI Indonesia Eximbank memberikan pembiayaan berupa Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) kepada PT WIKA melalui skema NIA. Pembiayaan ini diberikan untuk proyek pembangunan perumahan bersubsidi di Aljazair dengan nilai Rp 187,7 miliar, sekitar 13 persen dari total nilai proyek yang mencapai 100 juta dolar AS (Rp 1,4 triliun).
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly menuturkan, NIA merupakan sebuah fasilitas yang disediakan pemerintah melalui Kemenkeu dan diamanatkan ke LPEI. Pada tahun 2018, LPEI memfasilitasi pembiayaan ekspor hingga Rp 1,3 triliun melalui NIA.
"Diperkuat lagi pada Januari ini dengan PMK 1/2019 sebesar Rp 1,6 triliun untuk Afrika, Asia Selatan dan Timur Tengah," tuturnya.
Melalui skema NIA yang diberikan kepada WIKA, Sinthya menjelaskan, akan ada ekspor tenaga kerja hingga 1.300 orang. Selain itu, ada penggunaan komponen atau bahan baku dari Indonesia seperti keramik.