Kamis 04 Jul 2019 00:30 WIB

Kemenperin: Kantong Plastik Belum Pantas Dikenakan Cukai

Pemerintah mengusulkan kantong plastik dikenakan cukai sebesar Rp 200 per lembar

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi kantong plastik
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ilustrasi kantong plastik

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai kantong plastik belum memenuhi kriteria sebagai komoditas yang layak dikenakan cukai. Profil dari produk plastik dan turunannya sangat berbeda dengan produk tembakau dan ethil alkohol yang saat ini menjadi objek pengenaan cukai.

Direktur Industri Kimia Hilir, Direktorat Jenderal Kimia Tekstil dan Aneka, Kemenperin, Taufiek Bawazier menjelaskan, dari segi kesediaan bahan baku, plastik masih membutuhkan pemenuhan dari impor sekitar 40 persen dari total kebutuhan domestik. Sementara tembakau dan alkohol, sumber dayanya melimpah di dalan negeri.

Baca Juga

"Kami memahami instrumen cukai juga dibutuhkan dalam upaya penerimaan keuangan, namun kalau diterapkan pada komoditas yang tepat," kata Taufiek kepada Republika.co.id, Rabu (3/7).

Taufiek melanjutkan, merujuk kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, sifat dan karakteristik yang tepat untuk mengenakan cukai terhadap suatu komoditas harus memenuhi beberapa kriteria. Di antarnya, peredarannya perlu diawasi, pemakaianya memiliki dampak negatif bagi masyarakat, serta perlu pembebanan dengan alasan asas keadilan.

Kantong plastik, kata dia, belum memenuhi tiga kriteria tersebut. Di satu sisi, lanjut Taufiek, adanya pengenaan cukai bakal berpengaruh terhadap pembatasan volume produksi. Hal itu bakal berkorelasi langsung dengan hilangnya peluang investasi dan penerimaan pajak negara.

Ia mencatat, produk domestik bruto (PDB) dari sektor plastik PDB selama 2018 cukup besar, yakni sekitar Rp 92 triliun. Meskipun kantong plastik bagian kecil dari sektor produk plastik namun akan berdampak pada sektor plastik secara keseluruhan.

"Esensi kita membangun daya saing industri salah satunya price yang kompetitif. Jika input produksi sudah ditambah biaya, bukan hanya sektor industri terkena imbasnya tapi masyarakat pengguna terutama masyarakat kecil," ujar dia.

Besaran cukai plastik yang diusulkan Kemenkeu sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30 ribu per kilogram. Taufiek mengatakan, harga pasaran kantong plastik saat ini sudah mencapai Rp 25 ribu per kg.

Jika ditambahkan cukai sebesar Rp 30 ribu per kg, berdasarkan hitungan Kemenperin, bakal menurunkan permintaan sebesar 54 persen dari total permintaan saat ini yang mencapai 360 ribu ton per tahun.

Menurut Taufiek, dengan total permintaan itu dan potensi penurunan permintaan plastik, secara otomatis negara berpotensi kehilangan nilai jual sekitar Rp 600 miliar per tahun.

Pemerintah semestinya menerbitkan insentif fiskal lain bagi mereka para pelaku industri daur ulang plastik. Tujuannya, agar kapasitas daur ulang nasional meningkat dari posisi 14 persen menjadi 25 persen.

Meningkatkanya kapasitas daur ulang plastik sekaligus membantu masyarakat miskin yang saat ini berprofesi sebagai pemulung. Manfaat lain yang diperoleh yakni daerah bisa mendapatkan peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, serta negara mendapat sumbangan pajak yang terus meningkat dari industri daur ulang plastik.

Oleh karena itu, kata Taufiek, Kementerian Perindustrian tidak sepakat tentang pengenaan cukai terhadap kantong plastik. "Intinya, kami menolak dan tidak sependapat dengan argumentasi teknokratik ekonomi industri," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement