Selasa 09 Jul 2019 08:25 WIB

Ombudsman Minta Garam Rakyat Diolah untuk Kebutuhan Industri

Ombudsman menyoroti kepastian pasar untuk garam rakyat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nur Aini
Pekerja menyelesaikan pembuatan garam gandu tradisional di Kampung Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (22/2). Akibat Pemerintah memutuskan impor garam sebanyak 3,7 juta ton secara bertahap untuk kebutuhan garam industri, menyebabkan pelaku usaha industri kecil garam sulit memasarkan barang
Foto: Adeng Bustomi/Antara
Pekerja menyelesaikan pembuatan garam gandu tradisional di Kampung Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (22/2). Akibat Pemerintah memutuskan impor garam sebanyak 3,7 juta ton secara bertahap untuk kebutuhan garam industri, menyebabkan pelaku usaha industri kecil garam sulit memasarkan barang

EKBIS.CO, JAKARTA -- Lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman, menilai jatuhnya harga garam di tingkat petambak yang terjadi lebih karena akibat adanya ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan. Peningkatan produksi garam yang terus diupayakan pemerintah, tidak menjamin petambak tradisional mendapat kepastian pasar. 

Komisioner Ombudsman, Alamsyah Saragih, mengatakan, sejauh ini garam yang diproduksi oleh para petambak tradisional bergantung penuh pada segmen pasar garam konsumsi. Sementara, kebutuhan garam untuk konsumsi secara nasional jauh lebih kecil ketimbang kebutuhan garam industri. 

Baca Juga

"Persoalan garam kita bukan hanya banyak tidaknya. Tapi harus ada teknologi yang juga bisa digunakan petambak. Kalau begini terus, produksi banyak tapi garam petambak hanya ada di pasar yang sempit," kata Alamsyah kepada Republika.co.id, Senin (9/7). 

Pada 2019, kebutuhan garam konsumsi secara nasional diperkirakan mencapai 684,18 ribu, terdiri atas kebutuhan rumah tangga, komersial, serta pertanian dan perkebunan. Sementara itu, kebutuhan garam industri 2019 dinyatakan sebesar 3,7 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengestimasikan produksi garam lokal sebesar 2,32 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan oleh petambak garam tradisional serta PT Garam. Dari total produksi tersebut, PT Garam diperkirakan hanya berkontribusi sekitar 370-400 ribu ton sehingga mayoritas produksi lokal disumbang oleh petambak. 

Sementara, untuk memenuhi kebutuhan industri, Kementerian Perindustrian menerbitkan izin impor sebanyak 2,7 juta ton. Sisanya, sekitar 1,12 juta dipenuhi dari produksi garam lokal khusus untuk industri aneka pangan. 

Alamsyah mengatakan, kebutuhan didominasi oleh sektor industri yang memiliki standar tinggi untuk kualitas garam. Namun, produksi garam lokal yang mencapai 2,32 juta ton baru mampu diserap 1,12 juta ton oleh sektor industri. Sisanya, lebih dari 1 juta ton hanya berkutat pada kebutuhan garam konsumsi yang notabene kebutuhannya kecil. 

"Perbaikan kualitas ini harus dipercepat. Harus ada investasi di situ untuk kita memodifikasi teknologi. Harus berpikir keras. Masak sedemikian banyak orang pintar di Indonesia, ini tidak bisa?" katanya. 

Ia menambahkan, fungsi PT Garam sebagai perusahaan pelat merah juga mesti diperkuat. PT Garam, kata dia, harus didorong agar dapat bermitra dengan petambak dan mengolah garam petambak untuk layak masuk ke sektor industri. Tentunya, dengan hitungan bisnis yang menguntungkan.  

"Jadi bagaimana PT Garam bisa memiliki teknologi pengolahan garam rakyat menjadi garam berstandar industri," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement