EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyakini aliran modal asing akan deras mengalir ke pasar keuangan Indonesia. Hal ini didorong oleh menurunnya suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan suku bunga di pasar keuangan Indonesia menarik bagi investor global. Terllihat dari selisih suku bunga pasar (differential interest rate) antara Indonesia dan negara maju lainnya.
Semisal, saat ini imbal hasil suku bunga obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun (US Treasury Yield) sebesar 1,9 persen - 2 persen, jika dibandingkan dengan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia bertenor 10 tahun yang masih berada di kisaran 7 persen.
“Tentu ada spread (selisih) bunga atau marjin antara kedua instrumen sebesar lima persen, sehingga mampu menarik investor global ke Indonesia,” ujarnya saat konferensi pers ‘RDG Juli 2019’ di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (18/7).
Menurut Perry imbal hasil yang menarik tersebut semakin mendorong investor untuk masuk ke SBN. Tentu dengan banyaknya minat SBN, maka biaya dana atau cost of fund SBN juga bisa ditekan.
Selain selisih suku bunga dengan AS, menurut Perry, risiko investasi yang terlihat dari risiko gagal bayar (credit default swap/CDS) Indonesia juga kian menurun. Dia menyebut saat ini CDS Indonesia untuk pasar keuangan bertenor lima tahun pada kisaran 80 poin, atau terus menurun dibanding Maret 2019 yang sebesar 100 poin.
"Untuk risiko tentu saja diperhitungkan. Premi risiko investasi di Indonesia semakin rendah dengan peningkatan peringkat kredit Standard and Poor's dan lembaga lainnya terhadap Indonesia yang membaik. Jadi ini menandakan risikonya rendah, imbal hasilnya menarik," jelasnya.
Bank sentral pun memastikan, menurunnya bunga acuan tak akan mendorong dana asing keluar (outflow) Tercatat sejak awal tahun ini hingga Juni 2019, aliran modal asing ke Indonesia mencapai 9,7 miliar dolar AS.
"Kita melihat justru ada aliran modal asing ke portofolio, penanaman modal asing. Apalagi pak presiden juga bilang mendorong bisnis, ditangkap positif oleh investor, baik dalam negeri maupun luar negeri," tambahnya.
Parameter lainnya dalam stabilitas eksternal, yakni Neraca Pembayaran, diyakini Perry juga akan terjaga karena berlanjutnya surplus neraca modal dan finansial. Sedangkan defisit transaksi berjalan Indonesia hingga akhir tahun diperkirakan akan berada di kisaran 2,5-3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Di luar investasi portofolio, investasi asing langsung atau Penanaman Modal Asing (PMA) juga menurut Perry, akan tetap deras mengingat sinyalemen kuat telah dikeluarkan Presiden Joko Widodo bahwa pemerintah hingga 2024 akan tetap menerapkan kebijakan yang pro-bisnis dan investasi. Hal itu diyakini akan menggairahkan aliran investasi asing langsung ke Indonesia.