EKBIS.CO, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan proses restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sedang berlangsung. Saat ini proses tersebut telah ditangani oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan Jiwasraya telah memiliki modal untuk melakukan restrukturisasi tersebut. Adapun modal tersebut berasal dari bisnis market Jiwasraya sebagai industri asuransi di Tanah Air.
“Jadi dengan pasar bisnis yang besar, sehingga inilah sebagai modal utama untuk melakukam restrukturisasi jiwasraya. Arahnya rekstrukturisasi ini sedang diproses di Kementerian BUMN. Kita yakin ini bisa dan kita tunggu saja,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/7).
Wimboh menjelaskan pihaknya telah melakukan diskusi bersama untuk menyelesaikan restrukturisasi asuransi milik BUMN tersebut. Diskusi tersebut terkait restrukturisasi internal, proses bisnis, langkah efisiensi dan investasi.
“Pelajaran yang bisa dipetik dari sebelumnya untuk bisnis perbaikan ke depannya itu dulu yang penting. Kalau itu sudah tinggal bisnisnya bisa menyesuaikan,” ungkapnya.
Menurutnya Jiwasraya memiliki keinginan baik untuk menangi masalah-masalah nasabah asuransi. Namun, Wimboh tidak menyebut kapan proses restrukturisasi ini akan rampung.
“Prosesnya segera ditangani oleh Kementerian BUMN sebagai pemilik, tentunya ada rekstrukturisasi yang dilakukan,” ucapnya.
Wimboh menambahkan pihaknya tidak memiliki keinginan untuk menyiapkan dana talangan akibat kasus gagal bayar polis produk JS Saving Plan Bancassurance Jiwasraya. Menurutnya semua opsi tersebut ada di tangan Kementerian BUMN.
“Tidak berpikir ke situ. Ya tanyakan saja ke Kementerian BUMN,” ucapnya.
Sementara Ombudsman Pengampu Ekonomi Bidang Pengawasan Keuangan, BUMN, Perijinan dan Investasi dan Kesehatan Dadan S Suharmawijaya menilai lambannya upaya penyelamatan industri asuransi jiwa nasional terjadi karena jajaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lamban dalam menghadapi kasus gagal bayar. Hal ini berlaku bagi industri asuransi jiwa seperti PT Bakrie Life, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
“Harusnya jajaran OJK memiliki standarisasi yang baku dalam mengawasi hingga menyikapi tatkala terdapat perusahaan-perusahaan asuransi yang sedang bermasalah. Mungkin karena ini ada kelambatan penanganannya termasuk oleh OJK maka dibutuhkan penanganan lebih," ujarnya kepada Republika di Jakarta, Jakarta, Senin (29/7).
Dadan berharap jajaran OJK berani mengambil keputusan yang tepat dan cepat. Hal ini dilakukan demi memberi kepastian kepada para nasabah.
"Selama bisa dilakukan diskresi sebetulnya bisa saja yang penting meminimalkan kerugian banyak pihak. Tetapi jika terjadi kebuntuan jalan terakhir ya mempailitkan perusahaan dan membayarkan semua kewajibannya dari penjualan aset yg ada. Hanya mungkin prosesnya memang panjang dan tidak mudah," jelasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan permasalahan yang membelit Jiwasraya merupakan ujung dari lemahnya tata kelola internal perusahaan dan lemahnya pengawasan dari regulator.
“Saya lihat, tata kelola internal perusahaan yang lemah dan pengawasan yang tidak jalan pada saat sudah ada indikasi akan gagal bayar,” ujarnya ketika dihubungi Republika.
Agar kasus gagal bayar asuransi tidak menjadi sistemik, Tauhid menyarankan agar OJK selaku regulator bergerak cepat mengambil tindakan yang tepat. Setidaknya, peran OJK juga perlu berkordinasi dengan beberapa pihak termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna merumuskan solusi yang efektif.
“Agar dua perusahaan ini masuk ‘rumah sakit’ untuk diperbaiki, sehingga kepercayaan investor tumbuh kembali, sekaligus membicarakan cara lain untuk pembayaran klaim yang mendesak,” ungkapnya.
Penyehatan Jiwasraya yang memiliki tunggakan polis JS Saving Plan mencapai Rp 802 miliar menghadapi kendala lantaran upaya pengoperasian anak usaha yang diyakini menjadi penyelamat yaitu Jiwasraya Putera harus tertunda akibat belum keluarnya izin dari jajaran OJK.