EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) menolak keras rencana pemerintah mengimpor daging ayam Brasil. Seperti diketahui, dibukanya impor tersebut merupakan buntut dari sengketa kasus di World Trade Organisation (WTO) atas kebijakan impor Indonesia yang dimenangkan Brasil.
Kepala Bidang Hukum dan Humas Arphuin Cecep M Wahyudin menyatakan menolak keras rencana pemerintah untuk impor daging ayam dari Brasil. "Kami tolak keras impor itu," kata Cecep dalam keterangan pers yang diterima Republika, Rabu (14/8).
Menurut dia, berbagai elemen pelaku perunggasan menyatakan kekhawatirannya terhadap situasi yang dilancarkan Brasil. Dibukanya keran impor, kata dia, bakal berpotensi besar menghancurkan peternakan unggas rakyat.
Di sisi lain di tengah menghangatnya situasi tersebut muncul pula foto-foto berupa karkas ayam beku dari Brasil berlogo halal di berbagai aplikasi sosial media yang dinyatakan sudah masuk ke Indonesia.
Menanggapi kisruh tersebut, kata dia, Arphuin ingin meluruskan bahwa foto-foto yang tersebar tersebut adalah kabar bohong atau hoaks. Menurut dia foto-foto yang kadung tersebar tersebut adalah karkas yang dijual di Singapura oleh SATS-BRF Food.
Sebagai asosiasi yang fokus di bidang pemotongan ayam, cold storage, dan distribusi rantai dinginnya, Cecep menegaskan bahwa Indonesia saat ini telah swasembada dalam produksi karkas ayam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi karkas ayam pada 2018 sebesar 3,38 juta ton sementara proyeksi kebutuhannya hanya di angka 3,05 juta ton. Artinya, kata dia, impor daging ayam Brasil tidak diperlukan lagi. Tak hanya itu, daging ayam impor juga tidak memberikan multiplier effect bagi perekonomian Indonesia.
Untuk itu dia memastikan, seluruh anggota Arphuin mampu menyuplai kebutuhan daging ayam yang aman, sehat, utuh, dan halal bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dia menegaskan bahwa seluruh rumah potong ayam (RPA) anggota Arphuin telah tersertifikasi halal dengan dilengkapi nomor kontrol veteriner dan memperhatikan aspek-aspek dari higienitas dan keamanan pangan.
Selain itu, lanjutnya, seluruh anggota Arphuin sangat memperhatikan sistem rantai dingin mulai dari fasilitas produksi hingga ke pelanggan atau konsumen. "Jadi kami bisa pastikan tanpa impor pun kami bisa hasilkam daging yang baik dan segar," ujarnya.
Dia mengingatkan kepada pemerintah perihal skandal daging ayam Brasil pada 2018 yang terungkap mengandung Salmonella. Kala itu Uni Eropa sebagai pengimpor daging ayam dari Brasil lalu meminta investigasi mendalam untuk kasus ini pada RPA milik eksportir asal Brasil. Artinya, pemerintah dan badan karantina Indonesia khususnya harus lebih teliti dan waspada dan dapat belajar dari kasus tersebut.
"Dan konsumen di Indonesia juga harus sadar bahwa produk impor bukan berarti lebih baik dari produk lokal," ujarnya.
Menurut dia saat ini Indonesia justru sudah sepatutnya belajar dari bagaimana sulitnya Filipina mengatur pasokan dan permintaan daging ayam di negaranya dengan masuknya impor dari Amerika Serikat, Brasil, dan negara lainnya. Sekali produk impor masuk, kata dia, maka akan sulit untuk dihentikan. Dan hal itu terbukti dengan kondisi perunggasan domestik Filipina yang merasakan betul bagaimana dampak negatif dari daging ayam impor tersebut.
Cecep menyampaikan, seluruh pemangku kepentingan perunggasan Indonesia harus bersinergi untuk bersama-sama menolak masuknya daging ayam Brasil. Pemerintah dalam hal tersebut dinilai perlu berkomitmen untuk menjaga kelangsungan dari industri perunggasan domestik karena sebagai industri pangan strategis.
Di saat yang sama, kata dia, para pelaku perlu meningkatkan efisiensi produksi dan rantai pasok. Sebagai catatan, kronologis berkembangnya sengketa kebijakan impor tersebut bermula pada 2017 saat Indonesia dinyatakan kalah oleh World Trade Organisation (WTO) dalam sengketa dagang daging ayam yang dilaporkan oleh Brasil pada 2014.
Meski sudah dinyatakan kalah, Brasil merasa Indonesia masih mempersulit akses ke pasar daging ayamnya. Sehingga pada awal 2019, Brasil menyatakan akan melaporkan kembali ke WTO dan memenangkan gugatan yang memaksa Indonesia mau tidak mau membuka keran impor.
Untuk itu apabila impor daging ayam sudah tak bisa ditolak, menurut Cecep, pemerintah perlu menjadikan Arphuin sebagai elemen kontrol terhadap volume impor. Hal itu sebab Arphuin dinilai memiliki kapasitas mengetahui pasokan dan permintaan daging ayam di Indonesia dan jumlah stok di cold storage.
"Dengan mendapat rekomendasi dari Arphuin, kelebihan pasokan di pasar dapat dihindari. Tak kalah pentingnya, pemerintah perlu membatasi segmen pasar yang bisa dimasuki oleh daging ayam impor tersebut," ujarnya.