EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan memacu hilirisasi di setiap komoditas ekpor andalan, salah satunya kelapa sawit dengan biodiesel berbahan nabati 30 persen sampai 100 persen (B30 dan B100). Untuk itu Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan dua hingga tiga tahun ke depan B100 sudah dapat dikomersialisasikan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan, pihaknya sudah melakukan uji coba dan penelitian terhadap B100 sejak tiga tahun silam. Hasilnya menurut dia, B100 sudah cukup adaptif dan tidak menimbulkan efek berarti pada mesin kendaraan.
“Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, ini (B100) akan kita realisasikan, sudah bisa dikomersialkan,” ujarnya saat ditemui Republika.co.id usai menghadiri upacara Hari Kemerdekaan RI ke-74, di Kementan, Jakarta, Sabtu (17/8).
Target yang dilontarkan Amran tentang B-100 tersebut merupakan tanggapan terhadap pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo, di Kompleks MPR/DPR, Jumat (16/8) kemarin. Salah satu isi pidato menyinggung tentang hilirisasi kelapa sawit. Dalam pidatonya, Jokowi optimistis Indonesia mampu memproduksi sendiri B-100.
Di sisi lain, Jokowi juga menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sudah mampu memproduksi sendiri avtur sehingga tidak lagi mengimpor. Sebagaimana diketahui, Indonesia saat ini masih mengimpor migas setiap harinya.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan dari sektor migas membukukan defisit sebesar 142,4 juta dolar AS pada Juli 2019. Tercatat, ekspor migas sebesar 1,6 miliar dolar AS sedangkan impornya berada pada 1,74 miliar dolar AS.
Dengan catatan tersebut, artinya kebutuhan impor migas belum dapat terbendung seluruhnya. Menurut Amran, pemerintah saat ini terus memacu ketersediaan dan penerapan B30 di akhir tahun ini. Sedangkan di awal tahun 2020. Dia menargetkan Indonesia mampu merealisasikan B50.
“Secara bertahap, kita arahnya ke sana (B100). Awal tahun 2020 kita genjot yang B50,” ujarnya.
Amran juga optimistis dengan penggunaan biodiesel nabati yang terus diupayakan, konsumsi migas domestik dapat disuplai dari kancah nasional. Terlebih, menurut dia, penggunaan B30 maupun B100 terhadap kendaraan jauh lebih efisien dan dapat menekan defisit neraca perdagangan pada impor.
Dia mencontohkan, penggunaan B100 dapat mengurangi kebutuhan solar impor Indonesia dan bakal menghemat anggaran hingga Rp 150 triliun. Sebab saat ini menurutnya, Indonesia masih mengimpor solar sebesar 16 juta ton per tahun yang bernilai Rp 150 triliun.
Dengan ketersediaan sumber energi potensial yang dapat dimanfaatkan dari sektor pertanian semisal sawit, kata dia, Indonesia masih menjadi produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar dunia yang mana produksinya diprediksi mencapai 46 juta ton pada 2019 ini.
Seperti diketahui, BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2019 membukukan defisit sebesar 63,5 juta dolar AS. Nilai ekspor tercatat mencapai 15,45 miliar dolar AS sedangkan kenaikan nilai impor lebih tinggi mencapai 15,51 dolar AS.