Senin 19 Aug 2019 14:46 WIB

Pacu Daerah, Program Kementan dan KKP Harus Ditingkatkan

selama pemerintahan Jokowi-JK, terjadi stabilisasi pangan.

Red: EH Ismail
Seorang petani menunjukkan tanaman padi yang rusak di Desa Losari Lor, Brebes, Jawa Tengah, Jumat (26/7/2019).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Seorang petani menunjukkan tanaman padi yang rusak di Desa Losari Lor, Brebes, Jawa Tengah, Jumat (26/7/2019).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Program Kementan yang dipimpin Andi Amran Sulaiman dan Menteri KKP Susi Pudjiastuti memacu pertumbuhan daerah. Hal tersebut berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Program seperti itu harus ditingkatkan sehingga kehidupan masyarakat menjadi lebih baik," ujar Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi dalam keterangannya pada Senin (19/8).

Dia menilai secara tidak langsung hasil riset bappenas terhadap kinerja Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan sektor pertanian dan perikanan berkontribusi penting bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.

photo
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi

Pertama, kontribusi devisa. Ekspor produk pertanian dan produk perikanan yang menggantikan produk impor akan menjadi sumber penting bagi surplus Neraca Perdagangan.

"Merujuk data BPS, ekspor komoditas pertanian tahun 2013 hanya 33 juta ton, namun di tahun 2018 melonjak tajam menjadi 42,5 juta ton sehingga ada kenaikan 9 juta ton dan rata-rata kenaikan ekspor per tahunnya 2,4 juta ton,” demikian jelas Prima Gandhi di Bogor.

Kedua, Kontribusi produk. Prima Gandhi menilai dampak dari kebijakan pertanian melalui Program Upaya Khusus Percepatan Pencapaian Swasembada Pangan yakni terpenuhinya penyediaan makanan bagi masyarakat dan bahan baku bagi beberapa industri. Faktanya, selama pemerintahan Jokowi-JK, terjadi stabilisasi harga pangan. Indeks ketahanan pangan pun meningkat.

“Data BPS menyebutkan terjadi penurunan inflasi bahan makanan yakni dari tahun 2013 sebesar 11,71 persen menjadi 1,26 persen di tahun 2017. Kemudian berdasarkan Global Food Security Index 2018, peringkat ketahanan pangan Indonesia membaik yakni dari 72 di tahun 2014 menjadi 65 di tahun 2018 dari 113 negara. Kedua fakta ini merupakan contoh nyata ketersediaan pangan kita berhasil dijamin pemerintah,” terangnya.

Ketiga, kontribusi menurunkan kemiskinan. Pria yang mengajar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB menjabarkan dengan mengacu data BPS, harus diakui kontribusi kebijakan pembangunan pertanian era Jokowi-JK menurunkan kemiskinan khususnya masyarakat pedesaan. Tidak hanya dampak dari program mekanisasi yang menembus hingga ke pelosok tanah air, tetapi dari program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera atas Bekerja (Bekerja), budidaya jagung, pengembangan wilayah perbatasan berbasis ekspor, Selamatkan Rawa Selamatkan Petani (Serasi), Sapi Indukan Wajib Bunting (Siwab), Rain Harvesting System, Budidaya Tanaman Sehat, Sentra Pelayanan Pertanian Padi Terpadu, Belgian Blue dan penggunaan Biodiesel B100 berbahan dasar sawit.

“Bukti kemiskinan menurun bisa dilihat dari data. BPS mencatat Nilai Tukar Petani (NTP, red) yang mengukur daya beli petani semakin menguat. NTP 2017 sebesar 102,25 naik dibanding 2014 yang hanya 102,03. NTP di tahun 2018 pun naik, yakni 103,17 sementara 2017 hanya 103,07. Fakta lainnya, tingkat kemiskinan pedesaan menjadi 13,2 persen di 2018,” beber Prima Gandhi.

Ke depan, Prima Gandhi berharap pembangunan pertanian dan perikanan harus diarahkan untuk meningkatkan produksi, bernilai ekspor, meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha. Kebijakan pembangunan pertanian selama lima tahun pemerintahan Jokowi-JK harus dijadikan pijakan untuk pembangunan pertanina selama 5 tahun ke depan. 

Jika hal hal di atas dapat diwujudkan pertumbuhan ekonomi 7 persen dan nilai gini ratio Indonesia akan mengecil. Ini akan berhasil jika oligarki bisnis dan ekonomi dalam bidang pertanian dan perikanan berhasil diruntuhkan.

“Tapi keberanian Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mulai memukul genderang perang melawan mafia pangan tanpa pandang bulu patut diacungin jempol. Pengurusan izin ekspor dan apapun di Kementan sudah berbasis online dan satu pintu. Ini harus dirawat,” pintanya.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter, Bappenas, Boediastoeti Ontowirjo mengatakan program Kementan berhasil memacu pertumbuhan ekonomi di daerah lewat belanja alat mesin pertanian (alsintan) dan input produksi. Belanja ini dilakukan oleh Kementerian Pertanian yang dipimpin Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Setiap peningkatan 1 persen belanja alsintan, maka akan mendorong 0,33 persen peningkatan subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian di daerah.

Kemudian, belanja barang berupa pengadaan kapal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Menteri Susi Pudjiastuti. Setiap peningkatan 1 persen belanja pengadaan kapal ini, maka akan berdampak pada 0,13 persen peningkatan subsektor perikanan di daerah. Lalu, 0,07 poin penurunan ketimpangan di dalam suatu daerah yang menjadikan pengadaan kapal tersebut.

Boediastoeti menambahkan Bappenas telah melakukan riset terhadap efektivitas belanja kementerian dan lembaga pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam kurun 2011 hingga 2018. Belanja barang mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 0,08 persen, sementara belanja modal hanya mendorong 0,03 persen dan belanja pegawai hanya 0,01 persen. Padahal dalam alokasi anggaran 2016 hingga 2017 belanja modal naik paling tinggi Rp 39,1 triliun, diikuti belanja barang sebesar Rp 31,8 triliun dan belanja pegawai Rp 7,5 triliun.

"Belanja barang yang produktif dapat menjadi terobosan ke depannya ketimbang belanja modal," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement