EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar pandjaitan mengatakan sudah ada beberapa perusahaan yang siap menjadi investor baterai cell. Hal tersebut untuk percepatan penerapan kendaraan listrik di Indonesia.
“Sudah itu (investor untuk baterai cell kendaraan listrik). Itu CATL mau, LG mau, Panasonic,” kata Luhut di Gedung Kemenko Maritim, Selasa (3/9).
Luhut mengatakan kesiapan perusahaan tersebut untuk menjadi investor karena saat ini kobalt tersedia di Indonesia dengan harga yang cukup murah. Untuk itu, Luhut menilai tidak ada alasan bagi investor tersebut untuk ke tempat lain.
Dia menambahkan bahan lithium juga sudah ada di Indonesia selain kobalt tersebut. “Ada dari nikel itu. Jadi hampir 80 persen material lithium battery itu ada di Indonesia,” tutur Luhut.
Selain itu, Luhut mengatakan industri untuk stainless steel juga akan berkembang. Sehingga, kata Luhut, tahun depan ekspor nikel dan bahan lainnya yang sudah mencapai 12 miliar dolar AS nantinya pada 2024 akan mencapai 30 sampai 35 miliar dolar AS.
“Investasi pun berkembang sampai kepada 30 miliar dolar AS lebih lagi. Jadi itu yang disebut siklus ekonomi. Akibatnya apa? Pajak tambah, lapangan kerja tambah, nilai tambah dapat,” jelas Luhut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri, Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengatakan akan ada investor besar yang akan berinvestasi.
“Batre pack tergantung pabrikan otomotif, baterai cell kita sedang dorong, ada tiga atau empat tadi disebut Pak Menteri (Luhut Binsar Pandjaitan),” kata Harjanto usai menghadiri rapat koordinasi di Gedung Kementerian Koordinator Bidan Kemaritiman, Selasa (3/9).
Dia menjelaskan, investor dari luar dibutuhkan karena untuk pabrik baterai memiliki investasi besar. Harjanto mengatakan yang memiliki kemampuan besar saat ini seperti Panasonic, Cina, dan Korea Selatan.
Harjanto menjelaskan nantinya bahan baku baterai tersebut yakni nikel, sulfat, dan kobalt. “Beberapa kita dorong supaya investasi ke dalam negeri. Kalau ga ada lagi ekspor oke berarti kita bisa memaksa mereka investasi dalam negeri,” tutur Harjanto.