EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung penyusunan peta jalan financial technology (fintech) syariah yang diinisiasi Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). DSN merupakan lembaga yang bertanggung jawab memberi rekomendasi atau opini syariah pada fintech yang hendak mendaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sehingga perizinan fintech pembiayaan syariah lebih ketat daripada konvensional. Anggota DSN MUI yang membidangi fintech, Azharuddin Lathif menyampaikan DSN membantu mengembangkan fintech dari beberapa aspek. Pertama, dalam penerbitan fatwa terkait fintech syariah.
Azhar mengatakan saat ini sudah ada fatwa yakni fatwa Nomor 116 Tahun 2017 tentang uang elektronik dan fatwa Nomor 117 Tahun 2018 tentang layanan pembiayaan berbasis TI (peer to peer lending). Kedua, pemberian rekomendasi calon pengawas syariah yang akan masuk dalam perusahaan fintech syariah.
"Ketiga, sosialisasi, literasi, dan edukasi aspek prinsip syariah fintech di masyarakat," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (15/9).
Contoh terbaru, DSN telah memberikan rekomendasi pada fintech lending Amartha dari PT Amartha Mikro Fintek. Amartha telah menjalankan operasional konvensionalnya sejak berizin dan terdaftar di OJK pada 13 Mei 2019.
Amartha juga menjalankan operasional syariah sehingga harus mendapat izin dari OJK. Rekomendasi syariah tersebut sebagai syarat untuk pendaftaran fintech syariah di OJK. Rekomendasi utamanya untuk penunjukkan calon Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Menurut Azhar, Amartha sudah mendapatkan DPS yang direkomendasikan oleh DSN sejak 29 Januari 2019 lalu. Selanjutnya Amartha menjalani proses perizinan di OJK.
Menurut data OJK per 7 Agustus 2019, terdapat sembilan fintech peer to peer financing syariah yang terdaftar di OJK. Sembilan fintech itu ialah Investree, Ammana, Dana Syariah, Danakoo, Alami Sharia, Syarfi, Duha Syariah, Qazwa ID, dan Bsalam.