EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo memprediksi, tingkat pertumbuhan sektor properti sampai akhir 2019 tidak akan jauh dari 3,8 persen. Angka tersebut tidak jauh signifikan dibandingkan realisasi pada tahun lalu, 3,58 persen. Penyebabnya, kondisi ekonomi global yang masih menunjukkan ketidakpastian sehingga menghambat permintaan pembangunan properti, terutama di sektor komersial atau menengah.
Hendro menyebutkan, sejumlah masalah di bidang properti muncul sejak awal 2019 yang membuat pertumbuhan menjadi stagnan dan bahkan cenderung melambat. Tapi, ia menilai, masih banyak peluang yang memungkinkan sektor properti terus tumbuh.
"Salah satu peluangnya, wacana pemindahan ibu kota," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional Bidang Properti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9).
Di sisi lain, Hendro menjelaskan, pemerintah insentif mengeluarkan berbagai kebijakan yang bersifat relaksasi pada sektor industri. Salah satunya, kenaikan nilai batas pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
Dengan aturan baru ini, kelompok hunian mewah yang nilainya di bawah Rp 30 miliar bebas dari pengenaan PPnBM. Hanya hunian dengan nilai di atas Rp 30 miliar yang tetap dikenai PPnBM sebesar 20 persen
Tapi, Hendro menekankan, kucuran insentif tersebut tidak akan langsung dirasakan sektor properti dalam waktu dekat. Sebab, karakteristik sektor ini cenderung berbeda dengan perdagangan yang dapat dijual dan laku ke konsumen.
Efek ke sektor properti membutuhkan waktu mengingat membutuhkan waktu untuk perencanaan sampai pembangunan. "Perlu waktu sampai tahun depan untuk terlihat," ucapnya.
Di sisi lain, Hendro menambahkan, ekonomi global yang masih dinamis masih menjadi tantangan besar untuk pertumbuhan sektor properti. Ketidakpastian di tingkat global membuat masyarakat dari sektor menengah ke atas yang menjadi pasar utama properti komersial cenderung fokus memperbaiki bisnisnya terlebih dahulu. Apabila usaha atau pekerjaan mereka menunjukkan kinerja baik, mereka baru berpikir untuk melakukan ekspansi investasi di sektor properti.
Kalaupun melakukan ekspansi, Hendro menjelaskan, masyarakat kini sudah memiliki lebih banyak pertimbangan. Tidak sekadar lokasi, melainkan jejak digital dan history kinerja developer yang membangun properti tersebut.
"Kemudian, bisa mendapatkan untung atau tidak. Karena mereka pasti ingin ada upside-nya," ucapnya.
Ke depannya, Hendro berharap, pemerintah tetap dapat mengutamakan keselarasan regulasi dan insentif agar industri properti dapat bangkit dan bahkan menjadi lokomotif yang mendorong pergerakan sektor ekonomi. Sebab, bagaimanapun, sektor ini mampu menyokong 174 industri. Artinya, sektor properti merupakan komponen penting dalam perputaran roda ekonomi Indonesia.
Pentingnya sektor properti juga disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurutnya, sektor yang terdiri dari konstruksi dan real estate memiliki karakter sangat baik mengingat backward dan forward linkage yang besar. Beberapa sektor yang akan terkena dampak adalah perdagangan, industri barang logam, pengilangan migas hingga transportasi.
Sri menjelaskan, nilai multiplier dari sektor konstruksi dan real estate adalah di atas satu. Sektor konstruksi sendiri memberikan output multiplier yang cukup besar yaitu 1,924 .
Setiap kenaikan Rp 1.000 di sektor ini, akan berdampak 1,924 secara total terhadap perekonomian. Sementara itu, output multiplier real estate adalah 1,289.
"Sektor ini juga penting karena ada penciptaan lapangan kerja yang luas," katanya.