Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Belakangan ini marak terjadi mobile ad fraud yang merugikan tidak hanya pengiklan, namun juga penerbit dan mitra supplier dalam bentuk spam klik, spoofing SDK, injeksi klik, dan sebagainya.
Untuk itulah platform mobile measurement diperlukan, yang memungkinkan perusahaan menganalisis setiap pemasangan iklan mereka secara real-time dan mencegah kecurangan.
Lebih jauh, platform mobile measurement yang dilengkapi kemampuan mengatribusi, analitik, bot, dan audience builder memungkinkan perusahaan menjangkau pemirsa untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang konsisten dan personal di seluruh saluran. Lebih lanjut, data dan customer insight bisa dikonversi menjadi strategi pemasaran yang jitu untuk menyiapkan merek-merek perusahaan berhelat di momen besar, seperti Black Friday di Amerika Serikat, Single Day di China ataupun Harbolnas di Indonesia.
Baca Juga: Jurus Traffic Guard Tangkal Ad Fraud di Indonesia
Untuk lebih memberikan pemahaman dan wawasan terkait hal tersebut, Adjust berkolaborasi dengan Insider belum lama ini menggelar event bertajuk Engaging User on Digital di Ruang Djakarta, Raffles Hotel, Jakarta yang dihadiri lebih dari seratus partisipan dari perusahaan rintisan, e-commerce, fintech, dan media.
Acara yang terbagi dalam tiga sesi ini menghadirkan para pembicara berpengalaman, seperti Partnership Manager Adjust Ajit Pawar, Direktur Regional Indonesia & Filipina Insider Joe Harahap, dan Co-founder & CEO Netzme Vicky Saputra.
Ajit Pawar membagikan insight terkait bagaimana para pengiklan bisa melacak dan mengoptimasi seluruh siklus hidup pengguna. Memahami key matric dan perilaku pengguna menjadi critical point bagi pengiklan, mengingat masing-masing industri, misalnya pengguna aplikasi gim tentu, sangat berbeda dengan aplikasi e-commerce, travel, keuangan, perbankan fintech, dan sebagainya.
Lebih lanjut, ia membagikan lima tips bagi pengiklan untuk mengukur nilai pengguna, di antaranya melacak semua interaksi in-apps yang mungkin bernilai bagi perusahaan; mengeksplor lebih dari sekadar event in apps semisal session, install, dan pembelian; melakukan engagement setelah user menginstal aplikasi misalnya lewat kampanye push notification; memanfaatkan pelacakan event untuk menemukan key conversation point serta melakukan tindakan berdasarkan data yang terkumpul tersebut.
Ia menekankan, jika pengiklan tidak melakukan apa-apa, pengguna bisa meninggalkan mereka. Data dari riset Adjust bertajuk User Lifecycle Ebook menunjukan rata-rata pengguna meng-uninstall aplikasi setelah enam hari.
"Yang juga tidak kalah penting dari akuisisi pengguna adalah melakukan penargetan ulang. Anda punya pintu yang sangat terbatas untuk membawa pengguna kembali memasang aplikasi Anda. Saat itu terjadi, perlu ada perayaaan dengan memberi insentif kepada pengguna, baik dalam bentuk promo maupun diskon. Faktanya, penargetan ulang meningkatkan pendapatan sebesar 37% dalam 30 hari pertama daripada akuisisi pengguna baru dan mereka lebih cenderung stay bersama aplikasi Anda," kata Ajit baru-baru ini.
Ajit mencontohkan, salah satu perusahaan yang sukses melakukan engagement dengan penggunanya di dunia digital (media sosial) adalah Akbank, perusahaan perbankan berbasis di Istanbul, Turki. Perusahaan saat itu kesulitan menemukan pelanggan mereka dengan cepat di saluran digital sembari mendorong mereka mengajukan pinjaman pribadi. Dengan menggunakan audience builder, Akbank mampu mensegmentasikan basis pengguna mereka, menggunakan semua peristiwa yang dilacak di Adjust, dalam kurun waktu kapan pun.
Alhasil audiens secara otomatis akan diperbaharui ketika mereka memenuhi persyaratan yang ditentukan dan Akbank dapat menyusun daftar ID iklan audiens yang dibuat untuk melakukan pengecekan silang kelayakan kredit ke dalam sistem CRM mereka. Dengan mengunggah ID perangkat ke sistem, Akbank berhasil menargetkan prospek yang berkualitas tinggi terkait pinjaman pribadi. Hasilnya, kesuksesan permohonan pinjaman pribadi naik 60% dibanding minggu-minggu sebelumnya.
Joe Harahap berbagi tips agar pengiklan bisa memenangkan merek mereka di perhelatan-perhelatan besar, seperti Harbolnas yang akan berlangsung pada November mendatang. Di event yang sangat ketat persaingan penawarkan diskon tersebut, pemegang merek kerap kesulitan mencari diferensiasi.
Dari Harbolnas 11/11 atau 12/12 tahun lalu, setidaknya ada gambaran, 15% total transaksi sekitar Rp6,8 triliun berasal dari e-wallet yang didominasi oleh milenial pada pukul 9 pagi hingga 3 sore.
"Banyak tantangan yang dihadapi pengiklan di event besar tersebut, di antaranya attention span yang sangat singkat, membludaknya promo dan jumlah produk, transaksi terjadi di banyak saluran, serta kebanyakan konsumen typically one time buyer."
"Untuk mengatasi tantangan ini, pertama Anda perlu menentukan segmentasi mereka dengan benar. Apakah mereka konsumen pertama? Konsumen berasal dari wilayah tertentu? Atau touchpoint tertentu? Setelah itu, Anda harus bisa men-deliver pengalaman belanja yang konsisten di semua saluran, tidak kalah penting, buatlah similarity untuk mencuri perhatian, buatlah menjadi fun lewat gamification misalnya, mengingat life-time span mereka sangat singkat," kata Joe.
Ditambahkan Joe, perilaku konsumen Harbolnas sendiri beragam. Meski 56% sudah berencana membeli dan tahu produk apa yang akan mereka beli, masih ada 33% konsumen yang belum tahu atau belum memiliki produk yang akan mereka beli, serta masih ada 11% konsumen impulsif.
Untuk menagkap peluang ini, pengiklan harus menjadi inspirasi bagi mereka, semisal rekomendasi oleh Amazon. Lalu, arahkan ke produk yang tepat karena pada dasarnya semua orang ingin berbelanja di Harbolnas, buatlah mereka makin mudah membuat keputusan pembelian. Terakhir, pakailah AI dan otomasi. Insider menyediakan teknologi tersebut untuk optimisasi customer acquisition cost (CAC), conversation rate, dan return on ad spend (ROAS).
Vicky Saputra menyampaikan bahwa tidak semua perusahaan fintech payment (e-money), seperti Netzme, berfokus pada masyarakat perkotaan yang umumnya loyal hanya pada program cashback. Justru, Netzme memilih fokus ke pasar di luar Jabodetabek sebagai diferensiasi, di mana sekitar 93% pengguna mereka saat ini berjumlah 2,5 juta berdomisili di luar Jabodetabek. Saat ini perusahaan sudah bermitra dengan 120 lebih mitra yang mereka sebut dengan kampung digital Netzme.
Baca Juga: Untungkah Mengiklan di Media Digital?
Namun, perusahaan menghadapi tantangan besar dalam menghitung kualitas pengguna aplikasi mereka, mengingat mayoritas masyarakat di daerah rural masih minim literasi digital. Karenanya, perusahaan memilih Adjust sebagai mitra bisnis karena mampu membantu perusahaan mengoptimasi pelacakan penghitungan kampanye, memungkinkan program kampanye custom dan sebagainya.
"Kalau Anda pemain e-money lalu menawarkan aplikasi ke ibu-ibu penjual cilok yang omzet per harinya hanya Rp50.000, kira-kira dia bakal top up enggak? Mereka punya keterbatasan di sisi cashflow dan literasi platform digital. Kalau kita jual itu ke mereka begitu saja, uninstall rate-nya mengerikan sekali. Maka, kami fokusnya enggak purely digital. Secara offline pun kami aktif melakukan digital literacy, community support," kata Vicky.
Beberapa pengunjung event turut mengajukan pertanyaan kepada pembicara lewat aplikasi Slido. Beberapa pertanyaan yang diajukan, di antaranya bagaimana cara menciptakan segmentasi pengguna menggunakan platform Adjust, apa kelebihan Adjust dibanding kompetitor, bagaimana mengoptimalkan penargetan ulang lewat pust notification yang ditawarkan Insight, serta bagaimana merebut peluang akuisisi pengguna yang masuk kategori impulsif dan undecided buyer.