EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank konvensional induk dari bank syariah perlu dampingi migrasi bisnis dalam implementasi qanun. Pengamat Ekonomi Syariah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI, Azis Budi Setiawan menyampaikan pendampingan tidak hanya saat memindahkan bisnis tapi juga dalam proses pembiasaan hingga matang.
"Saat migrasi itu sangat perlu support dari induk, karena skalanya sangat besar, total mungkin sekitar Rp 50 triliun dana yang bergulir," kata dia, kepada Republika, Selasa (15/10).
Azis mengatakan bank induk juga memiliki kepentingan untuk mengoptimalkan peran anak usaha. Ini menjadi kesempatan bank induk untuk meningkatkan kapabilitas anak agar terbiasa pada skala bisnis yang lebih kompleks dan besar.
Maka transisi tersebut perlu persiapan yang baik agar berjalan secara mulus dan maksimal. Selain itu dapat mendorong pembangunan, memacu perdagangan, dan relasi internasional di Provinsi Aceh.
Azis mengatakan masa transisi selama 3-5 tahun sudah cukup tepat jika berkaca pada peralihan pengawasan sektor jasa layanan keuangan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat itu masa transisinya sekitar 2-3 tahun.
"Transisi qanun 3-5 tahun seharusnya sudah cukup, ini bisa berhasil tinggal menguatkan kemauan, dan dukungan segala pihak agar menyukseskannya," kata dia.
Azis menilai penyelenggaraan qanun telah menjadi keputusan sehingga semua pihak harus sepakat mengupayakan ke arah sana. Dukungan dan atensi khusus dari OJK dan BI, serta regulator terkait pun sangat diperlukan untuk memastikan kesesuaian.
"OJK harus memainkan perannya, karena ini sudah kebijakan, OJK sebagai regulator, pengawas harus menyesuaikan kebijakan untuk support, agar berjalan dengan baik," kata dia.
Pasalnya, jangan sampai qanun membawa masalah untuk sistem perbankan syariah. OJK perlu lebih peduli dan menyiapkan infrastruktur pendukung yang jadi landasan kebijakan dengan sifat mendorong pada pengembangan ekonomi syariah.
OJK memiliki tugas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang berkelanjutan. Ini juga menjadi ajang pembelajaran bagi regulator karena merupakan hal baru, baik di Indonesia maupun regional.
Qanun tidak terbatas pada tujuannya yang dapat meningkatkan porsi keuangan syariah, tapi juga menatar kapabilitas industri agar lebih advance. Pengalaman ini akan menjadi sangat berharga dan berpotensi jadi percontohan ketika mendapat dukungan baik.
"Niatan utamanya sangat baik dan positif, ini juga inline dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mendorong ekonomi syariah," kata Azis.
Ini akan menjadi sorotan tidak hanya di tingkat nasional tapi juga global. Jika berhasil, Indonesia akan dipandang sukses dalam pengelolaan pengembangan ekonomi syariah global. Sesuai dengan cita-cita pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai penggerak utama ekonomi syariah internasional dan berdaya saing.