Warta Ekonomi.co.id, -- Sejak Juni, 1.479 orang di Amerika Serikat (AS) telah terkena penyakit paru-paru yang berhubungan dengan rokok elektronik (vape), 33 di antaranya tewas.
Bahkan, menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang dirilis Oktober lalu, kasus panyakit paru-paru sudah menimpa 49 orang.
"Kami memperkirakan, jumlah kematian terkait vaping akan meningkat," kata para pejabat AS, dikutip Jumat (18/10/2019) dari Business Insider.
Baca Juga: Hasil Riset Sebut Vape Rangsang Orang Dewasa Lebih Mudah Berhenti Merokok
Para pejabat mengatakan, produk yang mengandung THC (bahan psikoaktif utama dalam ganja) berperan besar dalam tren penggunaan rokok elektronik. Buktinya, 78% dari penderita penyakit paru-paru dilaporkan menggunakan vape yang mengandung THC.
Data CDC menunjukkan, "10% di antara mereka secara ekslusif mengonsumsi nikotin."
Kemarin (17/10/2019), para pejabat CDC melakukan tes laboratorium terbaru terhadap penderita penyakit mencakup biopsi paru-paru, berencana melakukan tes kimia pada cairan paru-paru, darah, dan urin. Begitu pula dengan uap dan cairan rokok elektronik.
Sebelumnya, CDC telah menghimpun sekitar 120 alat dan zat yang berpotensi memengaruhi penyakit itu.
Sejauh ini, bukti sementara menunjukkan, dibandingkan dengan merokok, rokok elektronik memiliki efek yang lebih baik. Praktik itu melibatkan penghirupan uap panas, bukan bahan yang terbakar.
Untuk menjauhkan generasi muda dari rokok-el, negara-negara seperti Michigan, New York, dan Massachusetts telah melarang beberapa produk rokok-el.