Kamis 31 Oct 2019 11:39 WIB

Dorong Ekonomi Syariah Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru

Ziswaf sebagai instrumen keuangan syariah berpotensi mendukung ketahanan ekonomi.

Red: Gita Amanda
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: Islamitijara.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Berdasarkan SGIE 2018/2019 Indonesia masuk dalam Top 10 Player dunia pada sektor Islamic finance, halal travel, dan modest fashion. Kondisi itu menunjukkan ada peluang bagi sektor industri halal dan keuangan syariah Indonesia untuk mengambil posisi terdepan, dan bukan hanya sebagai target pasar.

Baca Juga

Langkah optimalisasi pengembangan ekonomi syariah Indonesia dipercaya akan dapat berperan sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, ditambah dengan bonus demografi periode 2030-2045 yang mencapai 70 persen populasi, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri halal global. Potensi ini juga didukung dengan kandungan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah.

Salah satu contoh potensi Indonesia ini tercermin pada nilai ekspor bahan makanan halal yang belum seluruhnya tersertifikasi. Pada tahun 2017, jumlahnya hanya mencapai 28 persen dari total ekspor makanan halal global.

Potensi sumber pertumbuhan ekonomi lainnya dari industri halal juga terlihat dari sektor wisata halal dan ramah Muslim. Indonesia menempati peringkat pertama tahun 2019 sebagai tujuan wisata yang ramah Muslim dalam laporan Global Muslim Travel Index 2019.

Perkembangan sektoral ekonomi syariah nasional Triwulan II-2019 yang berdasar pada aktivitas usaha sesuai prinsip syariah juga terus tumbuh. Empat sektor unggulan itu, di antaranya pertanian, industri pengolahan (makanan dan minuman halal, dan fashion), pariwisata, serta sektor energi baru dan terbarukan (EBT).

Semuanya memperlihatkan pertumbuhan sebesar 6,7 persen year on year (yoy), atau bergerak lebih cepat dari PDB triwulan II-2019 sebesar 5,05 persen. Lanju ini terutama didorong oleh meningkatnya kembali kinerja sektor pertanian.

Secara umum, perkembangan ini dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada responden bersertifkat halal. Hasil survei tersebut juga mengindikasikan peningkatan kinerja sektor unggulan ekonomi syariah ini diperkirakan akan terus berlanjut di triwulan III 2019.

Tumbuhnya sektor riil ekonomi syariah ini perlu dukungan keuangan syariah sebagai sumber pembiayaan. Di sisi lain, jumlah populasi Muslim Indonesia yang besar terus bertambah, dan melek ekonomi menjadi potensi pertumbuhan sektor keuangan syariah yang jadi sumber pembiayaan.

Sektor keuangan syariah mencakup sektor keuangan komersial, seperti aset perbankan syariah, kapitalisasi pasar modal syariah, dan industri keuangan non bank syariah lainnya, temasuk fintech syariah, maupun sektor keuangan sosial, yaitu melalui optimalisasi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) sesuai dengan prinsip penggunaannya.

Di sektor keuangan komersial syariah, Indonesia saat ini masih menjadi penerbit sovereign sukuk terbesar di dunia dengan total penerbitan sebesar 18,15 miliar dolar AS atau sekitar 22 persen dari global sovereign sukuk. SBSN turut berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional yang tercermin dari pangsa outstanding SBSN mencapai 18 persen dari total pembiayaan Surat Berharga Negara (SBN) per Agustus 2019.

Ziswaf sebagai instrumen keuangan sosial syariah berpotensi mendukung ketahanan ekonomi nasional dan mendorong kegiatan ekonomi produktif. Potensi zakat pada tahun 2017 sebesar Rp 213,3 triliun, tapi baru terealisasi sebesar Rp 6,2 triliun atau 2,92 persen. Pengembangan wakaf uang menambah potensi sekitar Rp 180 triliun menurut perhitungan Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Ekonomi syariah dalam kebijakan nasional

Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI) yang diluncurkan pada tahun 2016 menjadi bukti keseriusan Pemerintah dalam pengembangan ekonomi syariah. MAKSI adalah hasil kolaborasi Bappenas, BI, OJK, dan Kemenkeu. Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) kemudian dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016.

KNKS yang diketuai langsung oleh Presiden Republik Indonesia memiliki Dewan Pengarah yang beranggotakan 10 pimpinan dari pemerintahan dan otoritas terkait, yaitu BI, OJK, Kemenko Perekonomian, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Majelis Ulama Indonesia.

Masuknya sektor ekonomi syariah sebagai bagian dari kebijakan nasional secara formal terwujud dalam diluncurkannya MEKSI oleh KNKS pada 2019. BI telah mengawali peyusunan kebijakan melalui penyusunan cetak biru pengembangan EKSyar pada 2017. Blueprint ini sebagai acuan kebijakan, strategi, dan program pengembangan EKSyar yang terintegrasi di BI, merupakan bentuk dukungan nyata BI terhadap pengembamgan EKSyar nasional.

Kebijakan EKSyar Nasional pada intinya menitikberatkan pada strategi-strategi utama, yaitu pengembangan dan penguatan rantai nilai halal (RNH), pengembangan sektor keuangan syariah, termasuk melalui pendalaman pasar keuangan syariah, penguatan riset dan edukasi EKSyar, serta pengembangan ekonomi digital di bidang perdagangan dan keuangan syariah untuk merespons berkembangnya teknologi di era revolusi industri 4.0.

Pengembangan ekosistem RNH ditujukan untuk mendukung penciptaan produk lokal berkualitas tinggi yang diharapkan dapat mendorong perbaikan struktur neraca perdagangan Indonesia. Baik melalui peningkatan ekspor ataupun substitusi impor, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Strategi pengembangan RNH mencakup rantai unit lokal yang ditujukan untuk mengembangkan subsitusi impor, dan rantai unit global untuk memperkuat ekspor industri halal Indonesia. Pengembangan RNH dilakukan secara inklusif dengan melibatkan UMKM dan unit usaha pesantren sebagai penggerak sektor riil ekonomi syariah, selain usaha menengah, besar dan yang berskala internasional.

Strategi pengembangan ekosistem RNH didukung oleh penguatan sektor keuangan syariah dan pendalaman pasar keuangan syariah yang ditujukan untuk mendorong penyaluran pembiayaan syariah bagi sektor riil. Pembiayaan syariah ini bersumber baik dari sektor keuangan komersial maupun sosial syariah, dan integrasi keduanya untuk mendukung aktivitas usaha ekonomi syariah yang inklusif.

Agar kedua strategi tersebut berjalan efektif, perlu dilakukan juga penguatan riset dan edukasi untuk meningkatkan literasi masyarakat. Selain itu, mengadopsi kemajuan teknologi informasi agar perkembangannya berdaya saing.

Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) merupakan muara dari kebijakan tersebut. Tahun ini, BI, KNKS, dan berbagai stakeholders domestik lain, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), LPPOM-MUI, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) serta stakeholders internasional diantaranya IFSB, OIC, dan IIFM bekerja sama menyelenggarakan ISEF ke-6 pada 12 – 16 November 2019 di Jakarta.

Penyelenggaraan ISEF diinisiasi oleh BI pada 2014 di Surabaya. Selama lima tahun belakangan, ISEF lebih menitikberatkan pada pengembangan dan penguatan sektor ekonomi syariah dalam negeri. ISEF tahun ini menjadi babak baru untuk mengembangkan sektor ekonomi syariah nasional ke level global, guna mewujudkan Indonesia sebagai rujukan atau Center of Excellence ekonomi syariah dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement