EKBIS.CO, BANGKOK -- Negara-negara di Asia Tenggara berencana menunda kenaikan upah minimum pada 2020. Mereka berusaha untuk mempertahankan pasar tenaga kerja yang kompetitif, melawan Cina dan mengatasi dampak dari perang dagang.
Dilansir Nikkei Asian Review, Jumat (27/12), salah satu negara yang melakukan kebijakan itu adalah Thailand. Negara Gajah Putih ini berupaya menumpulkan dampak kenaikan gaji terhadap industri mengingat ekonomi mereka yang melambat akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina.
Upah minimum harian Bangkok dijadwalkan naik 1,8 persen menjadi 331 baht (11 dolar AS) pada Januari. Peningkatannya melambat signifikan dari 4,8 persen pada April 2018.
Partai Palang Pracharath yang berkuasa dan berpihak militer telah menjanjikan negara itu upah minimum 400 baht dalam pemilihan parlemen Maret. Tetapi, mereka memutuskan untuk memperlambat laju kenaikan. Penurunan ekspor ke Cina menyeret ekonomi karena perang dagang dan pelemahan baht menjadi penyebabnya.
Kebijakan tersebut seiring dengan keinginan dunia usaha yang menentang kenaikan upah minimum tajam. "Jika upah minimum naik sejalan dengan janji kampanye, perusahaan kecil dan menengah akan mendapat pukulan," kata Supant Mongkolsuthree, ketua Federasi Industri Thailand.
Kondisi agak berbeda terjadi di Vietnam yang memutuskan menaikkan upah meski sedikit. Di Vietnam, kota-kota besar seperti Hanoi dan Ho Chi Minh akan menaikkan upah minimum bulanan sebesar 5,7 persen menjadi 4,42 juta dong (190 dolar AS). Ini melebihi kenaikan lima persen pada Januari 2019 tetapi gagal mencapai pertumbuhan ekonomi riil tahun ini sekitar tujuh persen.
Pemerintah Vietnam ingin memastikan biaya tenaga kerjanya tetap di bawah Cina. Bahkan, ketika para pekerja di negara-negara itu menuntut upah yang lebih tinggi, pemerintah bersusah payah mempertahankan upah minimum untuk menjaga agar manufaktur mereka tetap sehat.
Pada awalnya, serikat pekerja melobi untuk meningkatkan rata-rata sekitar delapan persen di seluruh negara, sementara pengusaha menginginkan kenaikan kurang dari tiga persen. Kompromi memutuskan, kenaikan dalam kisaran lima hingga tujuh persen, sebuah tren yang didukung oleh pemerintah pusat.
Meski naik, pertumbuhan upah minimum Vietnam di tahun depan sebenarnya jauh melambat dibandingkan beberapa tahun lalu. Vietnam menaikkan upah minimum setidaknya 10 persen setiap tahun hingga 2016. Hanya saja, kebijakan itu justru mengurangi keunggulan kompetitifnya dalam biaya tenaga kerja, terutama di industri garmen.
Untuk Malaysia, 57 kota besar termasuk Kuala Lumpur akan menaikkan upah minimum bulanan sebesar sembilan persen menjadi 1.200 ringgit (290 dolar AS) pada Januari. Ini merupakan langkah pelambatan dari kenaikan 10-20 persen dari tahun sebelumnya. Sementara, daerah pedesaan yang memiliki biaya hidup lebih rendah, tidak akan mendapatkan kenaikan gaji.
Sebelum memenangkan pemilihan umum tahun lalu, koalisi Perdana Menteri Mahathir Mohamad telah berjanji untuk menaikkan upah minimum menjadi 1.500 ringgit dalam lima tahun.
Ibu kota Indonesia, Jakarta, tampaknya merupakan pengecualian. Upah minimum bulanannya akan naik 8,5 persen menjadi sekitar Rp 4,28 juta (304 dolar AS) pada Januari, melebihi kenaikan tahun sebelumnya sebesar delapan persen.
Karena tingkat upah ditentukan oleh inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto, kenaikan upah minimum telah bertahan di kisaran delapan persen selama beberapa tahun terakhir.
Upah minimum Jakarta ini sekitar 80 persen dari tingkat yang ditetapkan di Beijing dalam dolar dalam 2015, menurut Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang. Persentase itu meningkat hingga 90 persen dari upah Beijing tahun ini.