EKBIS.CO, JAKARTA -- Masih maraknya kasus investasi bodong serupa Memiles dinilai lantaran lemahnya pengawasan. Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan regulator seharusnya lebih memperketat perizinan.
"Ketika jumlah peserta investasi bodong sudah banyak baru dilakukan upaya penindakan," kata Bhima kepada Republika.co.id, Ahad (19/1).
Idealnya ketika mengajukan izin, suatu bisnis harus dilihat kelayakan dan model bisnisnya. Hal tersebut sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus penipuan yang merugikan banyak korban.
Menurut Bhima, banyaknya masyarakat yang terjerat investasi bodong berkaitan dengan iming-iming hadiah yang menjanjikan. Pelaku juga melibatkan tokoh publik agama hingga artis untuk meyakinkan model investasi yang ditawarkan.
"Mereka menawarkan keuntungan yang tidak rasional, iming-iming hadiah yang bombastis, dan model MLM memanfatkan agen untuk merekrut peserta baru, khususnya dari kalangan keluarga atau kerabat dekat," ujar Bhima.
Bhima mengungkapkan, para pelaku investasi bodong biasanya menggunakan modus beragam dalam melancarkan aksinya. Bisnis juga dikemas dalam berbagai konsep yang menarik seperti mobil mewah, umrah hingga membuka kelas-kelas motivasi.
Untuk terhindar dari investasi bodong, menurut Bhima, masyarakat harus selalu memastikan seperti apa model bisnis yang dijalankan. Apabila bisnis tidak menjual produk, bisa jadi bisnis tersebut berskema ponzi.
Masyarakat juga harus rajin mengecek apakah izin usaha investasi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau masuk dalam daftar investasi ilegal. "Terakhir, jangan mudah percaya investasi yang membawa embel-embel agama dan tokoh publik," kata Bhima.