EKBIS.CO, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai dampak outbreak virus corona akan semakin terasa di ekonomi Indonesia pada bulan Februari. Ia menganjurkan pemerintah fokus memperkuat daya beli masyarakat untuk menjaga kestabilan ekonomi.
Salah satunya insentif pajak orang pribadi atau masyarakat.Yusuf menuturkan, dampak virus corona yang sudah mulai terasa di pendapatan negara bulan lalu akan berlanjut mengingat outbreak-nya yang baru terasa di akhir Januari sampai awal Februari.
Apalagi, Wuhan sebagai kota asal virus merupakan kota industri. "Artinya, dampaknya bisa lebih besar bukan saja ke ekonomi China, juga global," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (20/2).
Untuk mengantisipasi dampak terlalu dalam pada ekonomi Indonesia, Yusuf menganjurkan pemerintah menstimulan perekonomian dengan melebarkan defisit anggaran. Hal ini tidak selamanya buruk asalkan tidak melampaui batas yang sudah ditentukan pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni tiga persen dari PDB.
Yusuf menekankan, pelebaran defisit anggaran perlu didesain lebih detail dengan cara mengkoreksi bukan hanya asumsi makro namun juga di sisi belanja dan juga penerimaan. Dari sisi belanja modal perlu didorong lebih cepat realisasinya. Sementara, dari sisi penerimaan, pemerintah perlu mulai memikirkan insentif pajak bukannya hanya untuk korporasi namun juga masyarakat.
Insentif pajak masyarakat yang dimaksud Yusuf dapat dilakukan dengan sejumlah cara. Misalnya, menurunkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP), hal ini disebut standard deduction. Alternatifnya, pemerintah bisa menggunakan itemized deduction.
"Biaya-biaya penting yang sering digunakan masyarakat sepeti transportasi, biaya pengasuhan, anak dan sebagainya," ucapnya.
Berbeda dengan menurunkan PTKP yang lebih mengunci nilai, Yusuf menjelaskan, itemized deduction merupakan upaya mengunci jenis pengeluaran. Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura menggunakan skema ini untuk insentif pajak orang pribadi atau masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dampak penyebaran virus corona sudah terlihat pada indikator dalam APBN Januari 2020. Salah satunya melalui penerimaan bruto pajak di sektor transportasi dan pergudangan.
Pertumbuhannya kontraksi hingga 5,6 persen dibandingkan Januari 2019 menjadi Rp 4,88 triliun. Sebelumnya, pertumbuhan penerimaan pajak transportasi dan pergudangan tercatat mencapai 39,5 persen.
"Dari yang biasanya double digit, sekarang negatif," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/2).
Kontraksi terutama dipengaruhi dari subsektor pengangkutan. Penurunan jumlah wisatawan dari luar negeri, khususnya China, menjadi faktor utamanya.
Diketahui, sejak virus corona ditetapkan sebagai isu global oleh World Health Organization (WHO), Indonesia membatasi kedatangan turis asal Negeri Panda itu.
Pemerintah mengambil kebijakan stimulus belanja untuk memperkuat perekonomian domestik tahun ini. Khususnya dalam menghadapi dampak penyebaran virus corona yang sudah memperlihatkan korelasinya terhadap perlambatan pertumbuhan penerimaan pajak pada Januari 2020.
Salah satu stimulus yang diberikan adalah percepatan pencairan belanja modal. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya mendorong seluruh menteri dan kepala badan agar menetapkan pejabat bendahara secara cepat.
"Kemudian mendorong percepatan pelaksanaan tender dan memulai pencairannya," ucapnya.
Selain itu, pemerintah melakukan percepatan pencairan belanja bantuan sosial. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong daya beli masyarakat, terutama di kelas menengah ke bawah.
Penambahan manfaat kartu sembako juga menjadi salah satu kebijakan yang sedang digodok pemerintah. Sri menjelaskan, nantinya akan ada tambahan Rp 3,8 triliun untuk 15 juta rumah tangga.
Sri menuturkan, pemerintah juga memperluas sasaran subsidi bunga perumahan dengan tambahan volume rumah sekitar 224 ribu unit rumah. Kebijakan ini akan menciptakan permintaan dan para pengembang dapat membangun rumah baru. Untuk subsidi ini, Sri menuturkan, pemerintah sudah menganggarkan Rp 1,5 triliun.