EKBIS.CO, JAKARTA -- Komite BPH Migas Periode 2007 - 2017 Dr Ibrahim Hasyim melakukan launching dan dan diskusi buku karyanya yang diberi judul “Arah Bisnis Energi”. Acara yang berlangsung di Gedung Patra Jasa Jakarta Selatan, Jumat (21/2) menghadirkan narasumber Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto dan seorang Ekonom, Pengamat, dan Dosen, Faisal Basri untuk membahas secara tuntas isi buku tersebut.
Acara tersebut juga dihadiri mantan Direktur Utama Pertamina Arie Soemarno, Mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM Suyitno Padmosukismo dan Luluk Sumiarso, pimpinan SKK Migas dan pelaku bisnis di bidang energi.
Ibrahim Hasyim dalam sambutannya mengatakan energi itu sangat penting, jika energi tidak ada dapat dibayangkan betapa sulitnya kehidupan manusia. 75 persen energi primer yang ada sekarang dihasilkan menggunakan energi fosil, oleh karena itu jika tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi bencana bagi umat manusia.
Buku ini diharapkan dapat hadir menjadi sebuah masukan, terutama bagi Pemerintah dalam menentukan dan memandu arah bisnis untuk penyediaan energi yang dapat menjadi tolok ukur dan acuan untuk pengembangan bisnis energi di Indonesia yang lebih baik lagi.“Jika tidak pandai mengatur ketersediaan dengan peningkatan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bisa terjadi ketidakcukupan gas bumi pada masa tertentu” tambah Ibrahim.
Ditemui pada saat launching, Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa mengapresiasi buku ke-6 yg ditulis oleh Dr. Ibrahim Hasyim tersebut dikarenakan dengan pengalaman beliau yang sudah malang melintang di industri migas mulai dari 37 tahun di Pertamina dan 10 tahun berkiprah sebagai Komite BPH Migas.
Menanggapi masukan Faisal Basri agar ada sinergis antara Pertamina dengan PLN untuk dapat menyelesaikan problem energi nasional, Fanshrullah Asa mengatakan telah terbit Keputusan Menteri ESDM No.13 K/13/MEM/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG.
Selain itu juga Konversi Penggunaan BBM dengan LNG Dalam Penyediaan Tenaga Listrik, dimana ada penugasan ke Pertamina selama dua tahun untuk dapat menyiapkan infrastruktur gas dengan tujuan agar 52 PLTG dan PLTMG PLN yang masih menggunakan BBM untuk segera beralih menggunakan gas. Hal ini karena masih banyak pembangkit berbasis gas yang clean dan relatif murah yang masih menggunakan BBM untuk penggeraknya atau bahkan impor listrik dari Malaysia seperti di PLTG Jungkat 100 MW di Kalimantan Barat serta tempat lainnya.
Untuk jumlah konsumsi BBM pertahun adalah sekitar 75 Juta KL, dengan rincian BBM subsidi 14,5 jt KL, Premium Penugasan 11 jt KL, sisanya adalah Jenin BBM Umum (JBU) atau BBM non subsidi. Khusus untuk Premium Penugasan kini sudah tidak masuk dalam kategori subsidi APBN yg ditetapkan oleh DPR, akan tetapi ditanggung oleh Pertamina. Selisih harga jual terhadap formula diganti melalui dana kompensasi dari Pemerintah.
Selain itu, pembangunan Jaringan Gas (Jargas) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 hingga 2024 (kumulatif) ditarget sebanyak 4 juta Sambungan Rumah (SR). Hingga kini yang telah terbangun selama 10 tahun terakhir sekitar 560 Ribu SR. Hal ini sangat membantu rakyat dikarenakan harga beli untuk jargas ditetapkan oleh BPH Migas lebih murah dari LPG 3 kg dan yang lebih penting dapat mengurangi impor LPG yang mencapai 70 persen dari kebutuhan LPG juga subsidi APBN untuk LPG 3 kg per tahun yg mencapai Rp 50 Triliun.