EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo) menyebutkan, lebih dari 50 ribu hektare perkebunan teh di Tanah Air memerlukan peremajaan tanaman (replanting). Hal itu diperlukan agar mampu mendorong peningkatan produksi teh nasional.
Ketua Umum Aptehindo, Nugroho B Koesnohadi, menyatakan, selama kurun 10 tahun terakhir, luas lahan kebun teh yang umumnya berupa kebun teh rakyat mengalami penurunan. Data Aptehindo menyebutkan, pada 2009 luas perkebunan teh di Indonesia 123.506 hektare (ha), namun pada 2019 menyusut menjadi 113.029 ha atau dalam waktu 10 tahun areal teh di Indonesia menurun seluas 10,477 ha.
"Penurunannya rata-rata lebih dari 1.000 ha per tahun," katanya dalam FGD bertajuk “Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Dalam Rangka Meningkatkan Ekspor 2,5 Kali" di Jakarta, Kamis.
Menurut Nugroho, cukup banyak areal perkebunan teh BUMN dan perkebunan besar swasta (PBS) yang dikonversi ke tanaman lain. Itu dilakukan karena usaha tanaman teh dinilai oleh kurang menguntungkan.
Kondisi tersebut, menurut Nugroho, mengakibatkan turunnya produksi teh nasional. Apalagi, produktivitas tanaman teh yang masih di bawah 3,5 ton per hektar per tahun.
Aptehindo pun mendorong pemerintah untuk melakukan peremajaan perkebunan teh, terutama milik rakyat sebagai upaya mendorong peningkatan produksi teh nasional. Nugroho mengatakan, hingga 2024 luas perkebunan teh yang mesti diremajakan ialah 55.910 hektare dengan kebutuhan dana sekitar Rp 2,67 triliun.
Menurut Nugroho, program peremajaan tanaman teh terdiri dari intensifikasi seluas 9.657 hektare dengan kebutuhan dana Rp 195 miliar, rehabilitasi seluas 28.971 ha (Rp 796 miliar), replanting 13.903 ha (Rp 1,39 triliun), dan penanaman baru 3.378 ha (Rp 337 miliar). Sumber pendanaan program peremajaan teh, menurut Nugroho, bisa didapat dari swadaya petani, bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana APBN dan APBD provinsi maupun kabupaten.
"Kurun lima tahun terakhir banyak petani teh rakyat yang melakukan penanaman baru (new planting) maupun replanting di lahan mereka maupun di lahan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) secara swadaya. Dari penanaman inilah kami harapkan bisa mendorong industri teh nasional supaya tak terpuruk,” ujarnya.
Ketua Dewan Teh Indonesia Rahmat Gunadi menyatakan, selain peremajaan tanaman, sejumlah kebijakan lain perlu dilakukan pemerintah untuk membangkitkan kembali industri teh nasional. Kebijakan tersebut antara lain, melakukan mekanisasi perkebunan teh, peningkatan produktivitas tanaman sehingga di atas 3,5 ton per hektare per tahun, perbaikan tata niaga, perbaikan kelembagaan usaha, serta pemberian insentif fiskal bagi perkebunan yang melakukan peremajaan.
Selain itu, menurut Rahmat, pemerintah seharusnya membatalkan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen yang dikenakan terhadap industri teh nasional atau setidaknya menunda pemberlakuannya.