EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ditengah ketidakstabilan pasar keuangan global. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebut tingginya ketidakstabilan ini karena investor global yang panik.
"Ekonom paham bahwa investor global ini memang sedang menghadapi tekanan karena ketidakpastian sehingga menyebabkan tinggi kepanikan," katanya, Kamis (19/3).
Investor menarik asetnya baik dari saham maupun Surat Berharga Negara (SBN) untuk ditempatkan ke instrumen yang lebih aman. Perry menilai larinya modal asing ini bukan karena masalah fundamental ekonomi Indonesia tapi memang kecenderungan kepanikan.
Oleh karena itu, BI akan memastikan mekanisme pasar yang terjaga, juga likuiditas dan mengintensifkan triple intervention. Dalam jangka pendek, BI dan segenap otoritas berkomitmen memperkuat daya tahan terhadap tingginya ketidakpastian dan tingginya kepanikan tersebut.
Dalam jangka panjang ke depan, pemerintah dan BI juga OJK dan LPS akan memperkuat daya tahan ekonomi. Perry berkomitmen memastikan bahwa regulator berkoordinasi secara erat dan bekerja ekstra keras.
"Kami memastikan mekanisme pasar berjalan lancar, ketersediaan likuiditas, dan konfiden pasar, kami akan update selalu dalam dinamika sangat tinggi ini," katanya.
Menurut Perry, sejumlah langkah dan bauran kebijakan akan terus dipantau efektifitasnya. BI tidak hanya punya instrumen kebijakan berupa suku bunga, tapi juga lima instrumen kebijakan lainnya. Semuanya akan dimaksimalkan untuk mempertahankan stabilitas moneter dan makroprudensial.
"Untuk menjaga kepercayaan pasar, BI juga mengadakan konferensi dengan investor domestik dan internasional setiap pekan," katanya.
BI memastikan tetap berada di pasar dengan kebijakan triple intervention, yakni DNDF, pasar spot, dan pembelian SBN dari pasar sekunder. Selama 2020, BI sudah membeli hampir Rp 195 triliun SBN yang dilepas oleh asing.
Ini dilakukan dalam upaya menjaga stabilitas rupiah sekaligus memberikan likuiditas pada perbankan. BI juga telah melakukan repo dengan agunan SBN sekitar Rp 53 triliun, dan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah sebesar Rp 51 triliun yang akan ditambah sekitar Rp 23 triliun per 1 April.
Likuiditas valuta asing juga dikendorkan dengan penurunan GWM valas sebesar 4 persen atau sekitar 3,2 miliar. Sementara posisi cadangan devisa yang menjadi buffer penyelamat rupiah berada di posisi 130,4 miliar dolar AS per Februari 2020.