EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengingatkan para importir bawang putih dan bombai yang melakukan importasi tanpa memiliki Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) akan tetap dicatat. Pencatatan tersebut dilakukan Badan Karantina Pertanian Kementan yang bertugas di pintu masuk barang impor.
Kementerian Perdagangan telah menerapkan kebijakan relaksasi berupa pembebasan impor bawang putih dan bombai hingga 31 Mei 2020. Melalui Permendag Nomor 27 Tahun 2020, persyaratan izin impor berupa Surat Persetujuan Impor (SPI) serta Laporan Surveyor (LS) untuk sementara dicabut dan tidak ditangguhkan.
Kebijakan itu secara langsung meniadakan fungsi RIPH dari Kementan yang notabene merupakan syarat untuk memperoleh SPI dari Kemendag. Namun, kata Prihasto, pihaknya melalui petugas karantina pertanian selama masa relaksasi tetap akan mencatat apakah importir sudah mengantongi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) atau belum.
"Catatan mengenai importir yang sudah atau belum memiliki RIPH akan menjadi evaluasi bersama kementerian terkait," kata Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan Prihasto Setyanto, Sabtu (28/3).
Kementan akan memastikan kebutuhan masyarakat terhadap bawang putih dan bombai bisa terpenuhi sepanjang waktu dengan harga yang wajar. Terhadap komoditas yang belum banyak diproduksi di dalam negeri namun sangat dibutuhkan masyarakat, impor tentu tidak bisa dihindari.
Namun, kebijakan impor pangan harus tetap memperhatikan situasi dan kondisi dalam negeri serta ketentuan yang berlaku. Ia menyampaikan, jumlah volume RIPH bawang putih dan bombai yang telah diterbitkan hingga Jumat (27/3) sangat mencukupi untuk pengamanan pasokan sampai dengan akhir tahun 2020.
"Hingga saat ini RIPH bawang putih yang telah diterbitkan Kementan sebanyak 450 ribu ton. Ada 54 importir yang telah mendapat RIPH bawang putih. Sedangkan untuk bombai sebesar 227 ribu ton untuk 53 importir," ujarnya
Menurut Anton, kebutuhan nasional bawang putih diperkirakan 47 ribu hingga 48 ribu ton per bulan. Sementara untuk bawang bombai, diperkirakan hanya 10 ribu hingga 11 ribu ton per bulan.
Ia mengatakan, dengan kebutuhan bulanan bawang putih tersebut, jika RIPH yang telah diterbitkan seluruhnya direalisasikan, maka akan mencukupi hingga akhir tahun mendatang. "Apalagi untuk bawang bombai, RIPH yang sudah diterbitkan itu sangat cukup untuk kebutuhan nasional satu tahun lebih. Nah, saat ini adalah kesempatan para importir untuk segera merealisasikannya," kata Prihasto.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik, mengatakan, pentingnya para importir memperhatikan persyaratan administrasi dan teknis yang mengatur produk impor hortikultura sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019 j.o. 02 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
Ia menjelaskan, administrasi mencakup data importir sedangkan syarat teknis mengatur mengenai produknya. Sebagai contoh, pihaknya berhak melakukan pengecekan sertifikat GAP dan GHP suatu produk. Itu untuk memastikan produk yang diimpor aman dikonsumsi masyarakat.
"Itulah salah satunya pentingnya RIPH bagi Kementan. Terlebih dalam situasi seperti saat ini, harus ada jaminan keamanan pangan produk impor," katanya.
Menurut Yasid, melalui instrumen RIPH yang berada di Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan, pemerintah berupaya menjaga agar impor pangan khususnya produk hortikultura tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Di sisi lain, sekaligus menjaga iklim yang kondusif bagi petani di dalam negeri dalam berusaha tani.