EKBIS.CO, JAKARTA -- Aksi korporasi PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten- BEKS) yang diakuisisi atau merger oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) dinilai positif dalam kondisi ekonomi saat ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah mendorong bank-bank di Indonesia melakukan aksi merger atau akuisisi agar didapatkan bank-bank besar yang besar dan kuat dari segi permodalan maupun ekuitas.
Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menjelaskan langkah ini merupakan langkah yang tepat, karena masyarakat lebih percaya pada bank dengan aset yang besar.
"Dari data tahun lalu dari Pemda Provensi Banten sebagai Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten juga adalah pemegang saham Bank BJB sebesar 5,29 persen. Hal ini tentu menguntungkan karena akan mempermudah dan mempercepat proses aksi korporasi ini," kata Hans Kwee dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (24/4).
Hans menambahkan, pengabungan usaha sendiri mengacu pada mekanisme merger dimana dua entitas akan bergabung menjadi satu entitas baru. Biasanya proses ini tidak akan mengganggu operasional kedua bank.
Merger punya keuntungan karena akan meningkatkan efisiensi kedua bank. Setiap bank punya kelebihan sehingga bila di gabung akan menghasilkan sinergi yang kuat. Pengabungan pasti menambah jumlah aset bank tersebut sehingga menghasilkan bank yang lebih besar. Jumlah nasabah baik deposan maupun peminjam juga meningkat.
Selain itu, jumlah cabang utama dan cabang pembantu juga menjadi lebih banyak sehingga dapat melayani nasabah lebih banyak. Ketika cabang berdekatan maka dapat di gabung sehingga mengurangi biaya operasional cabang.
"Sumber daya manusia juga meningkat dan dapat di alokasikan untuk ekpansi ke tempat lain. Selain itu biasanya akan terjadi transfer teknologi antar bank sehingga meningkatkan kualitas pelayanan kedua bank kepada nasabah," jelas Hans.
Bila melihat domografi, maka jumlah penduduk Banten di tahun 2019 adalah 12,96 juta jiwa dan Jawa Barat adalah 49,31 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk kedua wilayah tentu menguntungkan bagi kedua bank karena potensial nasabah yang dapat dilayani sangat besar.
Selain itu Bank Pembangunan Daerah (BPD) biasanya menjadi bank transaksi dan tempat penempatan dana oleh pemerintah daerah. Karena itu pengabungan ini tentu meningkatkan aktivitas bisnis kedua bank karena melibatkan dua Propinsi yang besar.
"Melihat solidnya posisi keuangan Bank BJB, tentu tidak akan mengalami masalah berarti ketika melakukan aksi korporasi ini," kata Hans.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tekanan yang terjadi di pasar keuangan kususnya pasar modal membuat sebagian besar bank mengalami penurunan harga. Kekhawatiran perlambatan aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid 19 membuat sebagian orang menjual saham. Tetapi bagi sebagian orang yang paham tentu ini membuka peluang pembelian dan bila dilakukan investasi dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan.
Industri keuangan biasa dinilai dengan PBV atau Price Book Value. Rasio ini membandingkan harga saham dengan nilai buku perlembar saham. Nilai buku perlembar saham sendiri di ambil dari Pengurangan jumlah aset dengan kewajiban perusahaan. Hal ini dikenal sebagai ekuitas perusahaan. Data ini lalu di bagi jumlah saham beredar.
Industri bank baik dari sisi aset mapun kewajiban sudah mencerminkan nilai pasar atau harga wajar. Memang ada beberapa aset tetap yang nilainya masih tercatat dengan nilai buku yang tidak selalu di lakukan revaluasi.
"Tetapi melihat hal tersebut kami melihat Bank BJB masih punya peluang. Berdasarkan perhitungan kami PBV BJBR dengan harga 910 ada di angka 0.74," jelas Hans.
Padahal dalam keadan normal, BJBR biasa diperdagangkan pada PBV 2,28 x sampai 3,36x. Bila mengacu pada PBV 1 kali maka BJBR masih berpeluang naik ke level 1236. "Melihat aksi korporasi bank yang kami nilai positif membuat rekomendasi beli untuk BJBR,"ujarnya.