EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut industri keuangan syariah masih memiliki ketahanan yang cukup baik di tengah pandemi. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat menilai dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), aset, dan pinjaman yang diterima (PYD).
"Dalam lima tahun ke belakang kita lihat perbankan syariah itu pertumbuhannya masih cukup positif walaupun tahun ini melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," katanya dalam Webinar Series Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Kamis (23/7).
Per Mei 2020, PYD tumbuh 10,14 persen, aset tumbuh 9,35 persen (ytd), dan DPK tumbuh 9,24 persen (ytd). Nilai tersebut masih lebih tinggi dibandingkan industri keuangan secara keseluruhan dan industri keuangan konvensional. Kredit konvensional hanya tumbuh 3,04 persen dan DPK tumbuh 8,87 persen.
Teguh mengatakan hal ini menunjukkan, perbankan syariah baik bank umum maupun BPRS masih dipercaya masyarakat. Meski pertumbuhan melandai, peningkatan mulai terlihat di bulan Juni dan Juli.
"Jadi ini sebenarnya perkembangan yang cukup menggembirakan," katanya.
Namun demikian, perbankan syariah masih tetap harus memitigasi risiko dalam kondisi Covid-19. Meski dari sisi ketahanan perbankan syariah dinilai masih memadai. Ini ditunjukkan oleh permodalan yang masih kuat di atas rata-rata yakni 20,62 persen per Mei 2020.
Rasio pembiayaan bermasalah juga harus diwaspadai karena trennya meningkat dan lebih tinggi dibanding konvensional. Non performing financing (NPF) tercatat naik menjadi 3,31 persen, sementara konvensional 3,01 persen.
"Tapi kalau dilihat net-nya, menunjukkan bahwa cadangan kerugian yang diantisipasi perbankan syariah itu cukup memadai," katanya.
FDR per Mei 2020 juga cukup meningkat yaitu menjadi 66,60 persen. Di satu pihak dari sisi rentabilitas bagi hasil, ROA, NOM, dan BOPO juga menurun. Ini mengindikasikan sudah mulai ada efisiensi sejak tahun lalu.