EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menyebutkan, program penjaminan kredit modal kerja korporasi bisa membantu dunia usaha yang kini sedang kesulitan likuiditas dalam menjalankan usaha. Di sisi lain, bank akan lebih leluasa untuk menyalurkan kredit ke korporasi.
Hanya saja, fasilitas ini akan menghadapi tantangan dari sisi permintaan. Di tengah tekanan pandemi Covid-19, Yusuf mengatakan, dunia usaha akan mempertimbangkan banyak hal untuk mengajukan kredit karena cenderung menahan konsumsi.
"Selama prospek ekonomi belum membaik, pelaku usaha juga pasti akan berpikir ulang dalam mengajukan kredit," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (30/7).
Tantangan semakin besar mengingat sifat dari penjaminan kredit ini yang tidak mandatory. Pemerintah hanya berharap, agar bank yang ditunjuk dapat menyalurkan, namun tidak memiliki kewajiban.
Catatan kedua, Yusuf menambahkan, perbankan juga harus lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit dalam situasi saat ini. Ketidakpastian akibat Covid-19 masih begitu tinggi, sehingga exposure risiko yang didapatkan perbankan relatif tinggi, terutama pada tahun ini.
Tapi, Yusuf menilai, cerita akan berbeda dengan asumsi kasus Covid-19 dapat diselesaikan atau vaksin sudah ditemukan pada tahun ini. "Penjaminan kredit akan menjadi kebutuhan di tahun depan," tuturnya.
Pemerintah resmi meluncurkan program penjaminan kredit modal kerja bagi pelaku usaha korporasi padat karya guna mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Porsi penjaminan pemerintah mencapai 60 persen. Porsi lebih besar, 80 persen, ditujukan untuk sektor prioritas termasuk pariwisata dan otomotif.
Penjaminan kredit modal kerja dilakukan pemerintah melalui dua Special Mission Vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mereka adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Penjaminan diberikan kepada kredit dengan plafon Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, program ini penting bagi korporasi untuk melakukan pembenahan setelah mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Melalui stimulus ini, ia berharap, pihak swasta dapat menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia pada akhir tahun, selain dorongan dari belanja pemerintah.
"Di kuartal IV, dari sektor korporasi, bisa kembali menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Airlangga saat memberikan sambutan dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (29/7).
Pemerintah memberikan penjaminan kredit modal kerja korporasi untuk 15 bank yang terdiri dari Himpunan Bank Negara (Himbara) hingga bank dengan kerja sama asing. Dengan keterlibatan banyak bank, Airlangga berharap, proses penyaluran dapat berjalan secara masif, sehingga ekonomi Indonesia dan sektor korporasi bisa segera kembali dalam posisi semula.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah juga menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp 300 miliar. Untuk plafon Rp 300 miliar sampai Rp 1 triliun, pemerintah menanggung 50 persen. IJP disediakan dalam bentuk subsidi, sehingga tidak membebani pelaku usaha.
Skema penjaminan direncanakan berlangsung sampai akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan sampai Rp 100 triliun. "Ini adalah fokus untuk menggerakkan ekonomi," kata Sri.