EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sempat mendapat banyak kritikan hingga disebut sebagai pembunuh massal. Hal itu lantaran Kemenperin terus memberikan izin operasional kepada berbagai perusahaan atau industri saat pandemi Covid-19.
"Dari awal pandemi kebijakan memberikan IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri) kita ambil. Kebijakan ini mendapat kritikan bertubi-tubi bahkan dibilang pembunuh massal, tapi kami punya pertimbangan lain," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam webinar internasional pada Selasa (4/8).
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut diambil agar industri tetap bergerak sehingga perekonomian nasional tidak semakin turun. "Kami sangat percaya keputusan sejak awal ini yang telah membantu perekonomian kita tidak semakin jauh terpuruk," tegasnya.
Kemenperin, lanjutnya, selalu berusaha membuat sektor industri khususnya manufaktur, agar berdaya saing. Upaya itu terus dilakukan, jauh sebelum pandemi masuk Indonesia.
"Kita berjuang supaya seluruh sektor manufaktur bisa nikmati harga gas 6 dolar AS. Ini bantu mereka tekan operasional cost industri, sehingga bisa bangkitkan daya saing lebih tinggi," kata Agus.
Kementerian, sambungnya, juga memperjuangkan agar harga pembelian atau biaya listrik industri sesuai pemakaian. Dengan begitu, pelaku industri tidak perlu lagi membayar biaya listrik minimal 45 jam.
"Dalam rapat koordinasi, usulan itu sudah disetujui. Jadi sekarang perusahaan hanya bayar listrik dan gas yang mereka pakai, kalau pakai 20 jam ya bayar segitu," tutur dia.
Relaksasi tersebut, kata Agus, merupakan upaya pemerintah membantu industri yang terdampak pandemi. "Masalah yang mereka hadapi yaitu cashflow, maka dalam rapat koordinasi kita juga sudah setujui adanya kredit usaha," jelasnya.
Dirinya mengatakan, tidak lama lagi aturan terkait kredit usaha tersebut akan terbit. Modal kerja yang dimaksud, nantinya berkisar Rp 10 miliar sampai Rp 2 triliun. "Diharapkan dengan ini, ekonomi tumbuh lebih cepat," kata dia.