EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengklaim rata-rata suku bunga kredit di industri perbankan sudah satu digit yakni di 9,99 persen. Ia juga menyebut peluang berlanjutnya keringanan suku bunga pinjaman masih terbuka seiring dengan penurunan biaya dana (cost of fund).
“Kami monitor, angka terakhir kredit secara rata rata sudah single digit, sudah 9,99 persen, dan ini trennya menurun, pada Juni 2019 average suku bunga kredit 10,75 persen, dan terakhir saat ini 9,99 persen,” kata Wimboh dalam konferensi pers daring Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Jakarta, Rabu (5/8).
Menurut Wimboh, peluang penurunan suku bunga kredit perbankan masih terbuka lebar karena likuiditas melonggar dan biaya dana bank menurun. Hal itu disebabkan penempatan dana pemerintah di bank BUMN dan bank pembangunan daerah (BPD) dengan bunga rendah.
“Dengan penempatan dana pemerintah di bunga 3,34 persen, akan menurunkan cost of fund (biaya dana) perbankan, sehingga ini akan ditransmisikan di lending rate (bunga pinjaman),” ujarnya.
Pemerintah sebelumnya telah menempatkan dana di empat bank BUMN sebesar Rp30 triliun. OJK meyakini dana tersebut dapat digulirkan sebagai kredit dengan nilai ungkit (leverage) hingga tiga kali lipat.
Selain itu, transmisi dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate juga akan semakin mengerek turun suku bunga kredit. Saat ini suku bunga acuan BI ditetapkan sebesar empat persen.
“Kenapa penurunan suku bunga kredit tidak kaya policy rate, ini kan ada transmisinya, deposito ada waktu untuk repricing (penyesuaian harga),” ujar Wimboh.
Ketua DK OJK itu menambahkan kuartal III 2020 akan menjadi momentum yang tepat untuk memulihkan ekonomi dan industri jasa keuangan setelah tertekan selama semester I 2020 karena tekanan pandemi Covid-19.
“Kami memandang fase survival telah dapat kita lalui dengan baik dan saat ini kita memasuki fase recovery,” ujarnya.