EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menyatakan bonus demografi yang terjadi di Indonesia pada 2020-2030 akan membuat kebutuhan akan rumah meningkat. Hal ini dapat menjadikan potensi bisnis bagi pengembang dan perbankan dalam sisi pembiayaan perumahan.
Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan bonus demografi di Indonesia diperkirakan terjadi pada 2025 dengan rasio ketergantungan penduduk mencapai titik terendah sebesar 44,2. Hal ini berarti setiap 100 orang yang bekerja menanggung 44 orang yang tidak bekerja.
“Bonus demografi ini menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” ujarnya saat konferensi pers virtual Bonus Demografi dan Tantangan Pembiayaan Perumahan, Senin (19/10).
Menurut Adi, hadirnya BP Tapera dari sisi demand side mampu menyediakan potensial buyer sektor perumahan, sehingga melalui kontribusi ini, BP Tapera menjadi salah satu penggerak pertumbuhan sektor sekunder di Indonesia.
“Tumbuhnya sektor sekunder di Indonesia, diyakini mampu membuka lapangan usaha dan menyerap tenaga kerja pada sektor tersebut. Pertumbuhan tersebut juga dapat mendorong investasi dan inovasi teknologi pada sektor sekunder,” ucapnya.
Adi mengungkapkan, kesiapan Tapera untuk menangkap besarnya potensi bonus demografi yang sudah mulai terasa pada tahun ini, dengan cara membuka akses dan kemudahan bagi siapa saja yang ingin menjadi peserta dan mendapatkan manfaat dari kepesertaannya. Tak hanya itu, kemudahan akses bagi menjadi peserta ini juga akan mengarah kepada dorongan sektor properti untuk dapat mengakomodir demand yang terjadi.
Sementara Direktur Hubungan Kelembagaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sis Apik Wijayanto menambahkan perseroan telah menjadi mitra BP Tapera dalam mengakselerasi kepemilikan hunian yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia. Perseroan yakin dengan telah dijalinnya kerjasama dengan BP Tapera dapat lebih mendorong pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR).
“Adanya bonus demografi yang dapat menjadi peluang bagi BNI untuk meningkatkan BNI Griya, atau produk KPR yang diterbitkan BNI. Jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah terutama segmen milenial Indonesia. Peningkatan jumlah milenial ini diiringi dengan kebutuhan rumah,” ucapnya.
Adapun program yang ditawarkan adalah BNI Griya Komersil dan BNI Griya Subsidi Pemerintah. Bagi program komersil, saat ini BNI Griya menawarkan suku bunga ringan mulai 4,74 persen pa efektif dan opsi angsuran bayar bunga hingga dua tahun pertama yang merupakan salah satu bentuk kemudahan calon debitur agar tetap dapat memiliki rumah khususnya di masa pandemi covid19.
Selain itu, pengajuan KPR juga dapat dilakukan secara online melalui www.bni.co.id, BNI mobile banking atau ketik : http://bit.ly/eFormBNIGriya. Sedangkan KPR Subsidi pemerintah di antaranya terdapat Program FLPP, Program SSB, Program BP2BT, dan Program BPJSTK MLT.
“BNI telah menyalurkan kredit konstruksi bagi pengembang dengan skema paket kerja sama pembiayaan pembangunan perumahan sampai penjualan. Hingga september 2020 BNI telah menyalurkan kredit konstruksi kepada developer sebesar Rp 2,8 triliun,” ucapnya.
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida menuturkan potensi bonus demografi sangat besar bagi bisnis sektor perumahan. Untuk itu perlu kerja sama strategis dari pemerintah, BP Tapera, perbankan dan pengembang dalam memanfaatkan peluang tersebut.
“BP Tapera harus menempatkan dana Tapera pada bank, dengan begitu bank memiliki kecukupan likuiditas untuk menurunkan suku bunga KPR. Pemerintah juga perlu menjamin agar bunga pinjaman dari dana jangka panjang tersebut tidak tinggi (sama dengan tingkat inflasi),” ucapnya.
Maka itu, ketersediaan dana ini diharapkan dapat mendukung penyediaan rumah bagi kelompok milenial, ASN, TNI, Polri, dan kelompok masyarakat kelas menengah lainnya yang tidak bisa masuk dalam program FLPP.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKKBN Muktiani Asrie Suryaningrum mengungkapkan pada tahun ini Indonesia sudah menikmati bonus demografi dimana dua orang usia produktif menangani kurang dari satu orang usia non produktif. Adapun dari jumlah usia produktif tersebut sekitar 25 persen didominasi oleh usia 14-24 tahun.
"Jumlah usia produktif yang cukup besar di Indonesia ini pastinya jadi peluang bagi sektor perumahan untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka akan rumah," ucapnya.