EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia, secara teknis, resmi memasuki resesi setelah kinerja ekonomi kuartal III 2020 dilaporkan kembali terkontraksi sebesar 3,49 persen. Sebelumnya, pada kuartal II pertumbuhan PDB juga tercatat minus 5,32 persen.
Kendati mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut, pemerintah mengeklaim bahwa kondisi perekonomian nasional sudah mulai pulih. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanga Hartarto bahkan menyebut bahwa saat ini Indonesia sudah melewati rock bottom alias titik terendah perlambatan ekonomi. Bagaimana penjelasannya?
Airlangga mengungkapkan, secara tahun ke tahun memang kinerja ekonomi Indonesia masih minus. Namun, bila dilihat secara kuartalan maka terlihat bahwa ekonomi nasional mulai pulih. Dari kuartal II ke kuartal III 2020, ekonomi tumbuh positif 5,05 persen. Kondisi ini dipercaya akan berlanjut ke kuartal IV dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi minus 1,6 persen hingga 0,6 persen.
"Ini catatan bahwa kita melompat di kuartal III," ujar Airlangga dalam keterangan pers di kantor presiden, Kamis (5/11).
Perbaikan kinerja ekonomi yang dialami Indonesia juga dialami negara lain di dunia. Artinya, tren ini terjadi serentak dan menunjukkan ekonomi dunia mulai membaik. Airlangga merinci, Singapura juga mengalami tren perbaikan meski capaiannya masih minus tujuh persen di kuartal III ini. Perbaikan juga dialami oleh Amerika Serikat, China, bahkan negara-negara di Eropa.
"Respons daripada pasar modal juga hari ini di jalur hijau di jalur hijau, 5.260. Dan rupiah sedikit menguat di 14.300 (per dolar AS). Dan untuk nilai tukar forward di 14.400, sehingga tentu dari segi nilai tukar dan forward trennya positif," ujar Airlangga.
Secara fundamental, perbaikan juga terlihat di berbagai komponen pendorong pertumbuhan. Konsumsi rumah tangga, misalnya, mengalami pertumbuhan 4,7 persen secara kuartal ke kuartal (QtoQ). Konsumsi LNPRT juga tumbuh 0,56 persen. Sementara konsumsi pemerintah mengalami kenaikan tertinggi, 16,93 persen. Investasi juga tumbuh 8,45 persen, ekspor tumbuh 12,14 persen, dan impor masih tumbuh minus 0,08 persen.
Namun, sebagai catatan, seluruh komponen tersebut masih tumbuh minus secara tahun ke tahun (yoy). Hanya belanja pemerintah yang tercatat positif, sebesar 9,76 persen (yoy). Kontraksi terdalam dialami oleh impor, yakni -21,86 persen.
"Sektoral, mulai dari pertanian, pertambangan, industri pengolahan, QtoQ, pengolahan naik 5,25 persen. Warehousing meloncat tinggi, itu menunjukkan konsumsi sudah mulai membaik 24,28 persen. Demikian pula sektor yang terdampak besar di Q2 negatif, yakni akomodasi makan minum yang tadinya -22, ini loncat ke 14,79 persen," kata Airlangga.
Secara tahun ke tahun, lagi-lagi banyak sektor yang menunjukkan kinerja negatif. Namun, Airlangga optimistis kondisi ini bisa diperbaiki pada kuartal IV 2020.
"Indeks lain, PMI sudah meningkat. Prompt Manufacturing Index-nya BI. Kita terus meningkat. Kemudian, penjualan kendaraan bermotor sudah lebih baik. Penjualan ritel juga meningkat. Indeks keyakinan konsumen dan bahan baku serta bahan penolong naik, menunjukkan aktivitas industri sudah mulai," kata Airlangga.
Khusus sektor pariwisata, pandemi Covid-19 memang memberi pukulan sangat telak. Airlangga mengakui bahwa dampaknya masih sangat dirasakan di kuartal III ini, namun kondisinya secara perlahan akan pulih. Penerapan non-essential travel ban oleh beberapa negara menyebabkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia masih terbatas.
Kondisi ini membuat sektor pariwisata belum pulih sepenuhnya. Beberapa daerah yang selama ini sangat bergantung terhadap industri pariwisata pun paling terdampak, terutama Bali.
"Selanjutnya, tekanan utama kita berada pada lapangan kerja. Di mana lapangan kerja ini jumlah pengangguran masih sekitar lima persen, kemudian tentu ini yang jadi tantangan pekerja formal kita dan informal kita. Informal masih tinggi dan terkait yang masuk lapangan kerja di tahun ini sekitar 2,9 juta," kata Airlangga.
Demi mengatasi semua tantangan yang masih ada, ujar Airlangga, salah satu strategi pemerintah adalah menjalankan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Anggaran sebesar Rp 695 triliun pun disiapkan untuk lima sektor penanganan Covid-19 dan PEN, yakni kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, dukungan untuk UMKM, pembiayaan korporasi, dan dukungan ekonomi melalui program kementerian/lembaga.
"Sejak Juli-November, terjadi peningkatan. Dari total anggaran Rp 695 triliun per November, year to date sudah dimanfaatkan Rp 366,86 triliun," kata Airlangga.
Pemulihan ekonomi juga dirasakan pada kenaikan harga komoditas, seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Naiknya harga komoditas diharapkan bisa mendongkrak nilai ekspor dan ikut memperbaiki pertumbuhan ekonomi.