Selain itu, data piutang perpajakan tidak diyakini kebenarannya sebesar Rp 238,18 miliar. Berikutnya, menyebabkan proses penagihan piutang di DJBC menjadi berlarut-larut, sehingga penerimaan yang telah menjadi hak negara tidak dapat segera diterima dan dimanfaatkan oleh negara.
BPK menjelaskan, temuan tata kelola piutang perpajakan itu bisa terjadi akibat DJP maupun DJBC belum memiliki sistem dan mekanisme pengendalian yang mampu memvalidasi penghitungan piutang perpajakan dan penyisihan piutang. Di sisi lain, kedua Direktorat Jenderal belum optimal dalam pelaksanaan administrasi piutang dan monitoring penagihan piutang.
Tidak hanya piutang, BPK juga memberikan beberapa rekomendasi di bidang lain kepada Kemenkeu. Misalnya, rekomendasi agar Menteri Keuangan dapat berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menyusun rencana penyelesaian ketentuan dan standar terkait penyajian Kewajiban Jangka Panjang atas Program Pensiun.
Penyelesaian pertanggungjawaban atas realisasi belanja kepada Kemenkeu selaku pengguna barang juga menjadi bagian dari rekomendasi dari BPK. Di antaranya, permasalahan terkait dana bantuan peremajaan perkebunan kelapa sawit pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang belum dipertanggungjawabkan.