Riset itu pun membutuhkan waktu yang lama, setidaknya lima tahun untuk bisa menemukan varietas yang cocok dan berproduktivitas tinggi. Ronnie mengatakan, dengan produktivitas yang tinggi, ongkos produksi dapat ditekan sehingga harga kedelai yang saat ini dinilai kurang menguntungkan dapat memberikan untung bagi petani.
Selain itu, ia menilai perlu dibuat segmentasi pasar kedelai antara produsen tahu tempe yang memilih menggunakan kedelai lokal dan impor. Hal itu untuk mendorong adanya keinginan petani untuk membudidayakan kedelai karena mendapat jaminan pasar secara berkelanjutan.
Sementara itu, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, banyak penelitian dan uji coba yang dilakukan untuk mencari varietas kedelai ideal di Indonesia. Salah satu yang telah berhasil dilakukan yakni dengan menggunakan lahan rawa.
Soal Lahan, menurut Said, menjadi salah satu faktor pendukung yang strategis. Sebab, kedelai, khususnya di Jawa, hanya menjadi tanaman penyela padi sehingga membutuhkan lahan tersendiri. "Lahan rawa itu bisa potensial, kenapa tidak dicoba di area-area marjinal yang kurang termanfaatkan selama ini," kata dia.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengakui, komoditas kedelai memang kurang menggairahkan. Menurutnya, kebutuhan kedelai setiap tahunya makin bertambah namun angka impor kedelai saat ini cenderung masih tinggi. Situasi itu pun semakin menurunkan minat petani dalam memproduksi kedelai.
"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya. Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," ujarnya.