Bukan hanya itu saja, M Lutfi menambahkan bahwa ekonomi umat itu datangnya dari masjid (dan tempat-tempat ibadah lainnya). Maka ia berpesan agar kegiatan ekonomi di tempat-tempat ibadah bisa semakin digalakkan untuk membangun ekonomi umat, bukan hanya sebagai narasi saja.
Arief Rosyid Hasan dari Pemuda DMI/HIPMI mengawali pemaparan dengan mengangkat satu poin penting bahwa dari dahulu, sarekat dagang memiliki permasalahan yang sama, yaitu produk luar negeri yang menjamur di dalam negeri dan pihak asing yang memiliki keleluasaan dalam berdagang.
Walaupun hal ini baik, Arief menekankan jangan sampai pengusaha pribumi tertinggal dalam kompetisi perdagangan ini.
“Mengapa menggunakan diksi Sarekat Dagang Pemuda Islam? Karena ini merupakan momentum yang tepat untuk mengakselerasi ekonomi keumatan kita dengan harapan energi keumatan kita yang selama ini masih fokus ke agenda politik, setidaknya setengahnya bisa kita salurkan fokusnya ke aktivitas ekonomi keumatan. Sehingga nantinya terorismE, radikalisme, dan fundamentalisme diharapkan tidak hadir lagi karena sudah berfokus pada ekonomi keumatan,” ungkapnya.
Mendukung hadirnya Sarekat Dagang Pemuda Islam, Muhammad Pradana Indraputra Staf Khusus Pengembangan Kewirausahaan Nasional BKPM menyampaikan Sarekat Dagang Pemuda Islam adalah gambaran dari mayoritas mengingat pemuda mendominasi struktur penduduk di Indonesia, UMKM mendominasi persentase persentase pengusaha di Indonesia, dan Islam mendominasi agama di Indonesia.
Oleh sebab itu, Pradana percaya, apabila judul ini digarap dengan penuh komitmen dan keseriusan, tentunya akan membawa kontribusi besar terhadap bangsa.
“Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), dari total pemuda yang memiliki UMKM, baru 13% yang melek digital. Maka, tugas kita adalah untuk memfasilitasi digitalisasi UMKM.”
Sebagai langkah konkret terdekat, Muhammad Lutfi mengajak Rabu Hijrah dan beberapa tokoh penggerak untuk berdiskusi membahas tindak lanjut dari rencana Sarekat Dagang Pemuda Islam (SDPI).