Lebih lanjut Katarina mengatakan bahwa tahun 2021 adalah era suku bunga rendah dengan stimulus ekonomi yang masih akan terus berlanjut dan dolar AS yang akan tetap suportif. Kebijakan akomodatif ini akan menguntungkan negara berkembang di tahun 2021.
Katarina menjelaskan, The Fed masih mempertahankan outlook suku bunga rendah setidaknya hingga 2023. Program pembelian aset (quantitative easing) oleh bank sentral global juga akan terus berlanjut di 2021. "Tingkat suku bunga rendah dan program pembelian aset akan menekan nilai tukar dolar AS dan menopang selera investasi ke kawasan negara berkembang," jelas Katarina.
Perbaikan aktivitas ekonomi serta kebijakan moneter dan fiskal yang akomodatif membuat inflasi di tahun ini diperkirakan meningkat, namun tetap terjaga di level moderat. Katarina memperkirakan akan terjadi lonjakan inflasi di kuartal kedua yang dipengaruhi oleh low base effect di kuartal tersebut. Namun lonjakan sementara ini tidak akan mempengaruhi outlook kebijakan suku bunga bank sentral.
Katarina memaparkan, era suku bunga rendah membuat banyak obligasi di dunia mengalami penurunan imbal hasil hingga ke zona negatif. Sekitar 17 triliun dolar AS atau 27 persen dari total obligasi investment grade masuk dalam zona imbal hasil negatif, level tertinggi dalam sejarah.
"Era suku bunga rendah juga mendorong investor global untuk berinvestasi di instrumen yang menawarkan tingkat imbal hasil lebih atau dapat memberikan regular income seperti saham, obligasi negara berkembang, dan REITs," tururnya.