Kedua, letak cadangan batubara yang lebih dalam dan lebih jauh, sehingga semakin lama akan semakin besar biaya untuk mengambil batu bara.
Ketiga, letak lokasi pembuangan lapisan tanah penutup juga semakin jauh, sehingga perlu mengeluarkan biaya yang makin besar agar bisa menyingkap lapisan batubara. "Secara alamiah, biaya produksi yang harus dikeluarkan pada kondisi tambang yang sudah menurun akan terus meningkat dari waktu ke waktu," terang Hendra.
Padahal, harga jual batu bara tidak berhubungan dengan biaya produksi, namun mengikuti pergerakan indeks harga global dan indeks harga yang ditetapkan pemerintah. "Dengan kata lain, risiko berusaha yang ditanggung oleh pemegang IUPK OP PKP2B amat tinggi," kata Hendra.
Menurutnya, tingginya royalti sama artinya dengan tingginya biaya produksi. Alhasil, cadangan batu bara yang masih berada di lapisan bawah, yang semula masih ekonomis untuk ditambang menjadi tidak ekonomis lagi. "Akibat tingginya royalti, menyebabkan cadangan batu bara ekonomis akan menurun," jelas Hendra.
Sedangkan mengenai besaran tarif royalti ekspor, APBI meminta pemerintah untuk mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara yang memungkinkan perusahaan tetap dapat bertahan pada saat harga komoditas dunia turun.
"Jika tarif royalti ditetapkan sangat tinggi di luar batas kemampuan perusahaan maka perusahaan batu bara akan kesulitan menutup biaya produksi dan royalti," imbuh Hendra.