“Dalam proses restrukturisasi tersebut, debitur juga tidak dikenakan biaya yang tidak wajar/berlebihan mengingat pada dasarnya debitur masih memiliki prospek usaha namun terkena dampak pandemi,” ucapnya.
Wimboh menjelaskan relaksasi aturan restrukturisasi harus dipandang sebagai kebijakan yang win-win solution dan terukur, sehingga tidak menimbulkan deadlock. "Kami sudah pesankan agar (debitur) tidak diberikan penalti yang memberatkan," ucapnya.
Relaksasi lainnya adalah penurunan bobot risiko kredit (ATMR) dari relaksasi yang sebelumnya telah diberikan bagi Kredit/pembiayaan properti, dan kredit/pembiayaan kendaraan bermotor.
"Hal ini dimaksudkan untuk mendorong konsumsi, UMKM dan sekaligus meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan dan mendukung program sejuta rumah, serta penanganan dampak PHK," ucapnya.
Terakhir mengenai penyesuaian peraturan yang terkait dengan penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor kesehatan dalam rangka penanganan pandemi covid-19, yaitu: pelonggaran batas maksimum pemberian kredit, dan penurunan bobot risiko kredit (ATMR).
"Ini untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi sektor kesehatan untuk berkontribusi lebih luas untuk meng-handle masyarakat Indonesia," ucapnya.