Ia menjelaskan, IPU disusun menggunakan konsep atau paradigma Structure, Conduct, dan Performance (SCP). Lalu turut mempertimbangkan sisi dimensi pasar seperti kondisi permintaan dan penawaran, serta dimensi regulasi serta dimensi kelembagaan seperti pemahaman responden terhadap kelembagaan dan kebijakan persaingan usaha.
Metode yang digunakan KPPU dalam perhitungan bobot untuk setiap dimensi yaitu Principal Component Analysis (PCA) dan bobot sama. Penggunaan bobot sama untuk menjumlahkan skor seluruh dimensi dilakukan agar perbandingan skor indeks persaingan usaha setiap tahun dapat dilakukan.
Berdasarkan survei dan perhitungan yang dilakukan, diketahui skor IPU berdasarkan dimensi keseluruhan sebesar 4,50 (bobot PCA) dan 4,65 (bobot sama). Sementara, skor IPU berdasarkan dimensi SCP sebesar 4,39 (bobot PCA) dan 4,26 (bobot sama).
"Dibandingkan sebelumnya, indeks pada 2020, dilihat dari dimensi keseluruhan dan dengan skor bobot sama mengalami penurunan dari sebesar 4.72 pada 2019 menjadi 4.65 pada 2020," jelas Zulfirmansyah.
Memerhatikan berbagai dimensi di atas, kata dia, dimensi regulasi memiliki skor indeks tertinggi yaitu 6,12. Hal itu menunjukkan, regulasi yang ada di daerah telah mengarah atau mendukung pada kondisi persaingan usaha sehat.
Kemudian dari sisi dimensi SCP, dimensi perilaku atau conduct memiliki skor indeks terendah dibanding dimensi struktur dan dimensi kinerja atau performance. Hal ini menunjukkan, dari sisi perilaku pelaku usaha, persaingan usaha belum mengarah pada persaingan usaha yang tinggi dan masih terdapat penguasaan pasar oleh beberapa pelaku usaha, adanya potensi kerja sama dalam penetapan output dan harga, maupun hal lainnya yang mengarah pada persaingan usaha rendah.
Dari sisi pasar, dimensi penawaran memiliki skor indeks yang juga tidak cukup diarahkan pada persaingan yang tinggi. Dimensi kelembagaan memiliki skor indeks sebesar 4,61, ini menunjukkan terdapat indikasi, stakeholder KPPU belum cukup memahami terkait kelembagaan serta payung regulasi persaingan usaha di Indonesia.