EKBIS.CO, JAKARTA -- Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menjadi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja mendapat sorotan masyarakat. Salah satunya mengenai investasi minuman keras (miras) yang selama ini masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI).
Investasi miras juga terbuka untuk investor asing maupun lokal. Namun, khusus di provinsi Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua. Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan, pemerintah perlu menjelaskan secara komprehensif arah dari perpres tersebut.
"Apakah tujuannya untuk mengangkat produk unggulan daerah yang memiliki minuman khas daerah (mengandung alkohol) yang selama ini dipakai dalam acara kebudayaan dan berpeluang dikembangkan?" kata Sarman dalam pernyataan tertulisnya, diterima Republika.co.id, Selasa (2/3).
Ia mengatakan, minuman khas daerah yang mengandung alkohol misalnya seperti Soppi di NTT, Cap Tikus di Sulawesi Utara, serta Brem di Bali. Selain itu, minuman khas beralkohol juga ada yang sudah sangat dikenal dan mendunia, yakini seperti Sake dari Jepang dan Soju dari Korea.
Ia pun mempertanyakan apakah investasi yang dimaksud ditujukan agar minuman-minuman khas daerah itu bisa diolah dengan teknologi yang lebih baik agar layak ditawarkan ke turis dan memiliki peluang ekspor atau untuk tujuan lain.
Baca juga : Erick: Data Kasus Hukum di BUMN itu Jumlahnya Luar Biasa
"Jika itu tujuannya (mengangkat kearifan lokal) maka investasi terbatas dalam rangka mengangkat kearifan lokal. Namun, jika diberi kebebasan untuk memproduksi berbagai jenis miras, akan menjadi saingan baru bagi industri yang sudah ada," kata Sarman yang juga menjadi Komisaris Utama PT Delta Jakarta Tbk.
Sarman memandang, produsen minuman beralkohol yang saat ini sudah ada di Indonesia sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Baik untuk kebutuhan wisatawan, ekspatriat, maupun kalangan tertentu.
"Jika investasi sektor miras ini terlalu dibuka lebar, dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan kurang sehat di kalangan produsen yang selama ini sudah cukup lama berinvestasi di Indonesia," katanya menambahkan.
Sarman mengatakan, dibukanya investasi itu menjadi lebih lebar membuat produsen bertambah akan tetapi pangsa pasar sangat terbatas. Terlebih Pemerintah melalui PP Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Permendag Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol sangat konsisten dilaksanakan untuk menghindari penyalahgunaan dari miras.
Sarman pun menegaskan, adanya Kekawatiran masyarakat dengan terbitnya Perpres ini, perlu direspon pemerintah secara bijak, sehingga tidak terjadi pro kontra dan polemik yang tidak produktif.
Baca juga : Emas Antam Stagnan, Selisih Harga Buyback Semakin Jauh
"Aturan turunan dari perpres ini seperti Peraturan Menteri Perindustrian atau Peraturan kepala BKPM yang mengatur secara teknis perlu di segera diterbitkan agar pelaku usaha terkait serta masyarakat dapat lebih memahami arah dari Perpres ini dapat menjawab kekawatiran masyarakat," ujarnya.