EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengungkapkan, izin pembangunan industri minuman beralkohol di Indonesia sudah ada sejak 1931. Sampai sekarang, sekitar 109 izin pembangunan industri miras telah keluar di 13 provinsi.
"Ini tidak lain dan tidak bukan, ingin kami sampaikan perizinan sudah terjadi sejak pejak pemerintahan pertama hingga terakhir, tapi tidak bisa disalahkan," ujar Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3). Kini, kata dia, Presiden Joko Widodo telah mencabut Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 10 Tahun 2021 lampiran 3 nomor 31, 32, serta 33 yang memuat tata cara mendapatkan perizinan dalam industri minuman beralkohol.
Ia menjelaskan, sebelumnya poin tersebut disusun melalui perdebatan panjang dan diskusi komprehensif dengan berbagai tokoh. "Namun, atas kajian mendalam lewat proses mendengarkan aspirasi dari tokoh agama juga berbagai pihak, poin tersebut dalam perpres dicabut. Ini bukti presiden sangat demokratif dan aspiratif mendengar masukan konstruktif, kepentingan negara mana yang harus diselamatkan secara mayoritas," kata dia menjelaskan.
Bahlil menuturkan, pemerintah sejak awal sudah sangat terbuka dalam penyusunan perpres dan peraturan pelaksana. Pemerintah pun membuka posko dan website guna menerima beragam masukan serta aspirasi.
"Komunikasi awal sudah dilakukan, tapi kami pahami belum terlalu detail mungkin. Menyangkut pemerintah, dalam proses penyusunan sudah tentu kita libatkan berbagai stakeholder," ujarnya.
Karena itu, kata dia, pencabutan lampiran 3 ini bukan berarti pemerintah tidak konsisten, tetapi melihat kepentingan yang lebih besar.
Bahlil juga mengatakan, pencabutan poin investasi minuman keras atau miras dalam perpres tersebut belum berdampak sistemis. Sebab, perpres itu baru mulai berlaku pada 4 Maret mendatang.
Bahlil menambahkan, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tetap berlaku. "Kecuali lampiran bagian ketiga yang bicara alkohol, selebihnya tidak dicabut. Jadi, tidak izin yang sudah ada tidak batal selama proses mekanisme disesuaikan UU atau permen sebelumnya," kata Bahlil menjelaskan.