EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru terkait perusahaan-perusahaan sektor industri keuangan nonbank (IKNB). Lembaga nonbank wajib menempatkan sistem elektronik pada pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana sistem elektronik di wilayah Indonesia. Ketentuannya mulai berlaku pekan lalu.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan OJK (POJK) 4/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keangan Non-Bank (LJKNB). Aturan itu berlaku sejak 17 Maret 2020 setelah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan ditetapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Sebagai salah satu aspek mitigasi risiko, otoritas menyusun ketentuan khusus terkait sistem teknologi informasi (TI) dalam POJK itu berdasarkan berdasarkan besaran aset perusahaan IKNB. Perusahaan dengan aset sampai dengan Rp 500 miliar wajib melakukan rekam cadang data aktivitas yang diproses menggunakan TI dan dilakukan secara berkala.
Adapun perusahaan IKNB dengan aset Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun wajib memiliki pusat data dan melakukan rekam cadang data aktivitas yang diproses menggunakan TI dan dilakukan secara berkala. Ketentuan berbeda berlaku bagi perusahaan dengan aset lebih besar.
Dalam POJK itu tertulis bahwa perusahaan dengan total aset di atas Rp 1 triliun dan/atau mayoritas penyelenggaraan usahanya dilakukan dengan menggunakan TI wajib memiliki pusat data dan pusat pemulihan bencana. OJK berhak meminta perusahaan-perusahaan untuk memenuhi ketentuan yang ada.
"LJKNB yang memiliki pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana wajib menempatkan sistem elektronik pada pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia," tertulis dalam beleid seperti dikutip Selasa (23/3).
Sistem elektronik pada pusat data dan pusat pemulihan bencana dari sebuah perusahaan yang memenuhi ketentuan wajib berada di lokasi yang berbeda. Dalam menempatkannya, perusahaan terkait harus memperhatikan faktor geografis.