Sabtu 03 Apr 2021 01:47 WIB

CIPS: Pemerintah Harus Tingkatkan Daya Saing Industri Gula

Target pemerintah membangun 15 pabrik gula pada periode 2020-2024 akan sulit tercapai

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Proses produksi gula dalam pabrik (ilustrasi)
Foto: fxcuisine.com
Proses produksi gula dalam pabrik (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan daya saing industri gula nasional. Kurangnya daya saing merupakan salah satu permasalahan gula nasional yang belum berhasil dibenahi.

Ia mengatakan, kurangnya daya saing menyebabkan produksi gula dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini pada akhirnya berdampak pada kelangkaan yang menyebabkan fluktuasi harga.

Baca Juga

“Target pemerintah untuk membangun 15 pabrik gula pada periode 2020-2024 akan sulit tercapai tanpa adanya riset dan inovasi teknologi. Riset dan inovasi teknologi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas gula, menekan biaya produksi dan meningkatkan kapasitas produksi dengan cara yang lebih efisien,” katanya dalam keterangan tertulis dikutip Republika.co.id, Jumat (2/4).

Arum menambahkan, polemik impor gula yang saat ini sedang terjadi tidak lepas dari kurangnya daya saing industri gula nasional. Rencana pemerintah untuk mengimpor gula untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga gula diprotes oleh pemangku kepentingan gula domestik.

Sebagaimana disampaikan pemerintah, diperkirakan kebutuhan gula untuk periode Januari - Mei 2021 mencapai 1.218.964 ton.

Terdapat stok sisa Desember 2020 yang berjumlah 804.685 ton. Sementara itu, produksi dalam negeri yang diprediksi akan mencapai 135.795 ton akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan gula sampai bulan Mei 2021. Selisih antara kemampuan pengadaan stok gula dalam negeri dengan prediksi kebutuhan gula sebesar 278.484 ton, akan dipenuhi oleh impor.

Pemerintah berencana untuk mengimpor gula untuk kebutuhan konsumsi sebanyak 646.944 ton untuk memenuhi kebutuhan gula di periode ini. "Jumlah impor yang jauh lebih besar dari kebutuhan inilah yang menjadi dasar protes para pemangku kepentingan di sektor gula domestik," ujarnya.

Hal itu dikarenakan musim giling tebu yang dimulai pada akhir Mei dan rencana penyaluran gula domestik ke pasar pada bulan Juni. Surplus gula impor dikhawatirkan akan mengganggu harga jual gula di pasaran dan merugikan petani tebu.

Arum menambahkan, upaya untuk meningkatkan daya saing industri gula dapat dimulai dengan revitalisasi alat produksi, pabrik dan modernisasi pertanian tebu. Hal ini penting untuk mengurangi biaya produksi dan pemrosesan gula.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement