Saat ini BRI telah menyalurkan kredit dengan penjaminan sesuai dengan PMK Nomor 71/PMK.08/2020 sebesar Rp 14,6 triliun kepada lebih dari 23 ribu debitur. Adapun PMK 71/2020 mengatur tata cara penjaminan pemerintah melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan program PEN.
"BRI menyambut baik kebijakan tersebut sebagai upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional. Adapun sektor yang memungkinkan mendapatkan kredit modal kerja tambahan sesuai kebutuhan di antaranya perdagangan, pengolahan dan usaha yang memiliki orientasi ekspor, juga menjadi sektor prioritas BRI dalam penyaluran kredit,” ungkapnya.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga mendukung sektor pariwisata, sehingga dapat pulih lebih cepat pada tahun ini. Per akhir Februari 2021, perseroan telah melakukan restrukturisasi debitur terdampak Covid-19 yang bergerak sektor industri hotel, restoran dan kafe sebesar Rp 7,28 triliun.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan perseroan merespon positif kesempatan yang diberikan OJK bagi perbankan untuk menyalurkan kredit baru kepada pelaku industri horeka.
“Pada akhir Februari 2021, penyaluran kredit ke industri horeka sebesar Rp 13,6 triliun. Kredit tersebut tumbuh 16,5 persen dari periode yang sama tahun lalu,” ucapnya.
Selain ke industri horeka, Bank Mandiri membuka peluang untuk memberikan kredit tambahan ke sejumlah sektor usaha. "Kami melihat potensi penyaluran kredit baru dapat diberikan kepada sektor-sektor yang relatif cepat pulih dari dampak pandemi, seperti sektor FMCG, Sawit & CPO, serta Konstruksi," ucapnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan sektor pariwisata masih sulit dapat bangkit selama pandemi masih berlangsung. Hal ini disebabkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat juga masih terbatas, apalagi adanya PPKM dan larangan mudik.
“Saat ini sektor pariwisata utamanya tidak membutuhkan kredit. Mereka membutuhkan adanya pengunjung, tamu, atau konsumen, yang selama pandemi ini menurun drastis. Selama permintaan ini tidak juga meningkat mendekati normal, sektor pariwisata tdk membutuhkan pembiayaan atau kredit," ungkapnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit lebih tepat bagi pelaku usaha industri Horeka. Adanya kesempatan pemberian kredit tambahan justru dikhawatirkan akan menjadi beban baru bagi pelaku industri sebab sektor pariwisata masih dihadapkan pada tantangan jumlah kunjungan yang menurun drastis.
"Yang lebih dibutuhkan pelaku industri horeka adalah bagaimana dengan cash flow yang ada, mereka bisa memenuhi kewajibannya," ucapnya.