EKBIS.CO, JAKARTA -- Program kredit pemilikan rumah (KPR) tanpa uang muka atau DP 0 persen yang dilaksanakan untuk mendorong pemulihan industri properti masih belum berjalan optimal. Menurut Asisten Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Dhaha P Kuantan, sebagian bank telah melakukan penyesuaian DP nol persen khususnya pada debitur tertentu yang memiliki kualifikasi baik.
"Bank juga tetap melihat kriteria agunan dan tingkat risiko dalam melakukan penyesuaian tersebut," ujar Dhaha dalam webinar Q1 Property Market Update Rumah.com, Selasa (25/5).
Bank Indonesia (BI) telah memberlakukan relaksasi rasio loan to value/financing to value (LTV/ FTV) untuk kredit pembiayaan properti maksimal 100 persen mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021. Dengan relaksasi rasio LTV, DP rumah menjadi nol persen.
LTV 100 persen dapat diterapkan, khususnya pada debitur tertentu (ASN, TNI, Polri, debitur dengan payroll di bank tersebut), serta pada developer besar, khususnya yang sudah memiliki PKS dengan bank. Terdapat bank dengan size kecil yang tidak berencana mengubah ketentuan LTV karena mempertimbangkan tingkat risiko bank.
Menurut Dhaha, saat ini relaksasi dan kebijakan mengenai properti telah menunjukkan dampaknya di pengajuan KPR. Aplikasi KPR di bank Himbara meningkat cukup signifikan. Pada Maret 2021 KPR Mandiri tumbuh 8,6 persen mtm pada Maret 2021, dan KPR BRI tumbuh sebesar 6,5 persen mtm. Sedangkan di BCA telah terdapat 3.000 aplikasi KPR di bulan April. "Namun, aplikasi KPR baru di bank-bank kecil belum menunjukkan respons yang baik," kata Dhaha.
Dari sisi masyarakat, ia memaparkan bahwa tren kredit properti tetap positif di tengah pertumbuhan kredit yang masih lambat. Akan tetapi, perbankan memang masih perlu melakukan penyesuaian terkait suku bunga.
Sejak penurunan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate, suku bunga dasar kredit (SBDK) telah turun 200 bps. Adapun harga KPR telah turun sebesar 100 bps pada Maret 2020, sedangkan untuk KPR baru telah turun sebesar 80 bps. "Bank butuh waktu untuk penyesuaian SBDK dulu dan harapannya ke depan akan lebih turun lagi untuk mendorong demand properti," kata Dhaha.
Sementara itu Managing Director Sinarmas Land Alim Gunadi menilai bahwa DP nol persen ini belum dapat sepenuhnya efektif karena bank harus menentukan tingkat risiko masing-masing debitur. Menurutnya adanya uang muka justru lebih baik karena menyaring debitur dengan kemampuan finansial mereka. Apalagi cicilan KPR yang bisa mengikat komitmen seseorang hingga 20 tahun.
"DP 0 persen ini mungkin patokannya di track record gaji di bank tersebut bagus, SIB BI bagus, tapi kan kita tidak tahu sebenarnya orang ini punya kemampuan finansial seperti apa. Kalau ada DP kan jelas," tutur Alim.
Selain itu, meskipun ada banyak stimulus dari regulator, saat ini masih terdampaknya ekonomi masyarakat akibat penyesuaian gaji perusahaan di masa pandemi juga sangat berpengaruh pada end user atau pembeli. "Jadi ini masalahnya kompleks, daya belinya ada nggak? Saya pikir berdampak juga karena kebanyakan end user atau buyers ini bergantung terhadap gaji," katanya.
Country Manager Rumah.com Marine Novita menjelaskan temuan utama Rumah.com Indonesia Property Market Index Q2 2021 menunjukkan penurunan indeks harga properti hunian, baik secara kuartalan maupun tahunan. Turunnya harga properti pada kuartal ini lebih disebabkan oleh turunnya harga apartemen sebesar 2,3 persen (quarter-on-quarter).
"Rumah.com Indonesia Property Market Index - Harga (RIPMI-H) pada kuartal pertama 2021 berada pada angka 110,3, turun 0,4 persen dibanding Q4 2020 (quarter-on-quarter). Secara tahunan, indeks ini mengalami penurunan sebesar dua persen. Turunnya indeks harga properti hunian ini lebih terlihat pada segmen apartemen," kata Marine menjelaskan.
Indeks harga properti untuk rumah tapak berada pada angka 116,3 pada kuartal pertama 2021, masih mencatatkan kenaikan sebesar 0,6 persen dibanding kuartal sebelumnya dan 0,5 persen secara tahunan. Sementara itu, indeks harga properti unntuk apartemen berada pada angka 109,9 pada kuartal pertama 2021, turun 2,3 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-on-quarter) dan turun 5,3 persen dibandingkan kuartal pertama 2020 (year-on-year).