EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menginginkan sub sektor hortikultura lebih baik dari tahun ke tahun dan mampu meningkatkan neraca ekspor. Pengembangan hortikultura harus holistik, terintegrasi hulu hingga hilir. Upaya yang tengah digencarkan salah satunya melalui program kampung hortikultura.
Sejak 2021, Kementerian Pertanian mengembangkan setidaknya 1.000 kampung hortikultura di antaranya adalah kampung buah. Salah satu komoditas andalannya adalah mangga.
“Salah satu kampung buah yang dikembangkan adalah kampung mangga. Buah ini memiliki potensi pasar yang bagus, baik dalam negeri maupun ekspor. Data BPS menunjukkan pada 2019 produksi nasional mangga sekitar 2,8 juta ton dengan luas panen sekitar 284 ribu hektare (ha). Disusul pada 2020 produksinya naik 3,19 persen meskipun luas panen menurun menjadi sekitar 264 ribu ha”, ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam pesan tertulis, Selasa (8/6) lalu.
Neraca positif ini, terang Prihasto, salah satunya didorong banyaknya sentra produksi dengan hasil panen yang melimpah. Beragam varietas mangga seperti gedong gincu, arumanis, manalagi, garifta, golek dan lain-lainnya menunjukkan produksi yang sangat bagus. Di sisi lain, juga terdapat tantangan tersendiri yaitu bagaimana meningkatkan daya saing mangga tersebut yang memiliki standar pasar ekspor.
Salah satu upaya meningkatkan produktivitas buah dan kualitas buah terutama mangga misalnya, bisa mengaplikasikan teknologi Ultra High Density Plantation (UHDP). UHDP secara harfiah diartikan sebagai penanaman dengan sistem jarak tanam rapat.
“Teknologi ini nanti dikembangkan pada masing masing kampung buah mulai 2021. Dari segi pemeliharaan juga dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Teknologi ini nanti akan kami kembangkan di masing masing kampung buah mulai tahun 2021. Insya allah akan menjadi salah satu terobosan teknologi yang memberikan dampak positif bagi petani mangga,” tutur Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman.
Keuntungan dari teknologi ini, produktivitas per hektare jauh lebih besar hingga tiga kali lipat dibandingkan penanaman dengan metode konvensional. Penerapannya bisa meminimalisir kebutuhan air jauh dari kebutuhan pada umumnya.
“UHDP ini sebenarnya sudah lama dilakukan petani di Eropa, yakni sekitar tahun 1.960. Jadi petani yang biasa tanam dengan jarak konvensional 10 x 10 meter, bisa dirapatkan hingga 2 x 3 meter. Dengan tehnik ini, luasan satu hektare bisa menghasilkan 1.500 pohon. Ini sangat strategis untuk pengembangan mangga dengan keterbatasan lahan yang tersedia,” ujar pakar Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Endang Gunawan.
Endang menyebutkan, teknologi UHDP ini hanya terdiri dari empat unsur yang perlu dipenuhi. Di antaranya pemilihan varietas yang bisa ditanam di lahan yang rapat, terpenuhinya kebutuhan air, pemupukan yang menggunakan system fertigasi serta pemangkasan yang teratur.
“Jika dimanfaat dengan baik, mampu mengurangi kebutuhan tenaga kerja. Luasan satu hektare lahan bisa dikerjakan cukup satu orang saja,” jelas Endang.