Di sisi lain, SE Cutting diduga dijadikan alat politik perusahaan integrator untuk semakin menekan dan mematikan usaha peternak rakyat mandiri skala UMKM. Dengan dalih cutting, biaya dibebankan pada harga jual DOC dan secara besar-besaran Integrator masuk ke kandang internal.
“Peredaran DOC di pasar eksternal semakin sedikit, sehingga harga DOC melambung sangat tinggi diatas harga acuan Permendag,” ujarnya.
Fathoni berharap agar Perpres tersebut nantinya mengatur segmentasi pasar dan skala usaha, sehingga jelas, pabrikan jual DOC dan pakan. Kalaupun berbudidaya untuk diserap di RPHU internalnya sendiri, bukan di jual ke pasar becek. “Baik orientasi ekspor baik cold chain maupun produk olahannya,” harapnya.
Fathoni pun meminta agar Pemerintah mengembalikan budidaya dan pasar becek pada peternak rakyat mandiri skala UMKM. Adanya jaminan peternak mandiri UMKM dapat akses pada sarana produksi peternakan seperti DOC dan pakan dalam jumlah dan harga yg wajar.
Adanya perlindungan dari praktik persaingan yang tidak sehat yang dapat mengganggu eksistensi peternak rakyat mandiri skala UMKM. Sebab, hal tersebut belum terjamin baik di UU No 18/2007 maupun Permentan No 32/2017, dan bahkan Permendag No 7/2020.
“Untuk itulah perlu diterbitkannya Perpres Perlindungan Peternak Rakyat Mandiri skala UMKM sebagai solusi atas carut marutnya Tata kelola dan Tata Niaga perunggasan nasional tersebut,” tuturnya.
Menanggapi Karut marutnya tata kelola peternakan unggas di Tanah Air, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar, Firman Subagyo, menyebut Persoalan masalah peternak unggas ini adalah masalah lama yg selalu muncul dan nyaris tidak pernah terselesaikan dari menteri pertanian lama ke menteri berikutnya.
“Artinya ini ada apa di pemerintah dalam hal ini Kementan apakakah ada oknum yang bermain dengan pihak ketiga para importir unggas? Ini yang harus ditelusuri lebih lanjut,” ujar Firman Subagyo.
Firman juga mengatakan jika ada peternak yang selalu demo artinya ada kebuntuan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Ia pun menyebut dimasa pandemi seperti sekarang ini harus dijadikan kebangkitan petani peternak dan UKM. “Dan ini harus diperhatikan Menteri Pertanian dan Bapak Presiden,” tegasnya.
Firman Subagyo juga setuju dengan tuntutan para peternak rakyat mandiri yang menghendaki adanya Perpres, sebab menurutnya Perpres juga sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi paa peternak apalagi dimasa pandemi.
Ia pun menolak membandingkan kebijakan peternakan di era Presiden Soeharto dan sekarang sebab tentu sudah berbeda karena sekarang sudah ada WTO yang menjadi wasit perdagangan internasional. “Yang penting Pemerintah harus berpihak kepada produk unggas lokal dan menjamin ketersediaan pasokan dan harga,” katanya.