EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta DPR bersama pemerintah meninjau kembali rencana peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan penetapan pajak multi tarif. Sebab, kebijakan tersebut dirasa kurang tepat dalam situasi pandemi saat ini.
Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey, mengatakan, berbagai sektor termasuk di antaranya ritel modern saat ini sedang dalam kondisi terpuruk dihantam pandemi Covid-19. Itu ditandai dengan berhenti beroperasinya hampir 1500 gerai ritel modern dalam kurun waktu 18 bulan terakhir.
Kenaikan tarif PPN secara umum dari 10 persen menjadi 12 persen dipastikan akan berdampak pada melemahnya daya beli. Hal itu memupuskan upaya menjaga konsumsi rumah tangga, sebagai kontributor terbesar pada ekomomi, yang pada kuartal II 2021 ini mencapai 55,07 persen. Di satu sisi, ia menilai akan ada kecenderungan terjadinya peningkatan laju inflasi yang signifikan seiring dengan kenaikan harga barang akibat kenaikan tarif pajak.
"Situasi ini, akan lebih tergerus lagi saat dikenakannya sistem multitarif terendah 5 persen dan tertinggi 15 persen yang mengakibatkan pembebanan pada masyarakat berpenghasilan rendah atau marginal senilai minimal 5 persen yang sebelumnya tidak terkena," ujar Roy dalam keterangan resminya, Rabu (25/8) malam.
Belum lagi dengan dampak perbedaan multitarif PPN tersebut antar barang yang dijual pada peritel modern, berpotensi membangunkan pasar gelap dan menjadi pilihan utama konsumen. Bisa pula terjadi peningkatan belanja barang di luar negeri yang harganya lebih bersaing.
Roy juga meminta, pemberlakuan PPH minimal 1 persen pada pendapatan/omzet kotor atas perusahaan yang berstatus rugi dapat ditangguhkan. PPH minimal ini akan menambah beban berbagai sektor termasuk peritel.